BEKASI, iNews.id - Penurunan muka tanah menjadi ancaman serius sejumlah kota di Indonesia, khususnya di daerah yang terletak di pesisir pantai. Bahkan, beberapa warga harus rela pindah lokasi berkali-kali akibat penurunan muka tanah.
Salah satunya dialami oleh Narwi yang bermukim di Kampung Bungin, Desa Pantai Bakti, Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi. Narwi mengisahkan dirinya harus berpindah tempat tinggal sebanyak empat kali akibat penurunan muka tanah sejak tahun 1984.
"Kurang lebih 36 tahun saya di sini. Saya saja sudah empat kali yaitu tahun 1990, 1999, 2005, dan terakhir 2015 lalu," ucap Narwi kepada MNC Portal di tempat tinggalnya,. Selasa (31/5/2022).
Tak hanya dirinya, kebiasaan warga berpindah menjadi rutinitas setiap tahunnya lantaran air lautterus menyentuh daratan warga. Terhitung, setiap tahunya ada dua sampai tiga rumah warga yang harus berpindah.
Narwi mengaku tak lagi bisa dengan jelas mengidentifikasi lokasi bekas rumahnya dulu. Sebab, air laut sudah cukup tinggi untuk menutupi tanda-tanda yang pernah dikenalinya.
"Paling masyarakat sini, kalau ada perahu lagi ambil udang paling gurau saja, tuh perahu itu dulu rumah saya," kata dia.
Sudah jelas dampak penurunan muka tanah dan semakin dekatnya air laut turut dirasakan warga Kampung Bungin. Apalagi, mata pencaharian terbesar di Kampung ini berasal dari kekayaan lautan.
Hal ini terlihat dari air laut yang semakin mendekat ke daratan. Apalagi kapal-kapal nelayan harus terhambat melintas untuk sekadar mencari nafkah
"Nelayan di sini kan dijualin hasil lautnya. Dulu itu bisa dari jam 9 pagi kan turun (ke laut), sekarang baru jam-jam 12 siang nunggu pasang air laut, otomatis hasilnya berkurang juga," tutur Narwi.
Uniknya, menurut Narwi kecemasan warga akan ancaman tenggelamnya kawasan tersebut dianggap biasa. Padahal, Narwi menilai air laut yang terus mengikis daratan dapat ditahan.
"Yang namanya cemas itu biasa, karena kebiasaan yang namanya kebanjiran, apa kekeringan biasa. Saya terus terang saja, kami minta diperhatikan oleh Pemerintah, bahasa kita itu di dum, pinggirannya (daratan) dikasih batu-batu yang segi empat, sudah beres itu," ucap dia.
Tak hanya Narwi, penurunan muka tanah juga dirasakan oleh warga lainnya, yakni Nawan Hermawan. Ia mengaku setiap tahun lokasi tempat tinggalnya selalu habis dilahap air laut. Apalagi banjir rob semakin mengikis daratan di sana.
"Jadi kalau banjir rob, air itu kan menghantam tanah (daratan), lama-lama terkikis itu tanahnya, makanya lama-lama kemari (air mendekat)," ujar Nawan.
Nawan tak merinci luas total daratan yang sudah menjadi laut tersebut. Ia memperkirakan ada ratusan jiwa yang harus pindah karena tempat mereka tak bisa dihuni.
"Sejak tahun 2005, jadi kira-kira 17 tahun itu daratan sudah berkurang satu kilometer," ucap dia.
Editor : Putra