SUKABUMI, iNews.id - Demi bersekolah, para pelajar di wilayah Kecamatan Nyalindung, Kabupaten Sukabumi ini harus bertaruh nyawa saat pulang dan pergi ke sekolah. Sebab, setiap hari mereka harus menyeberangi Sungai Citalahab yang berarus lumayan deras. Hanya dengan alat bantu tambang sling baja sebagai pegangan, puluhan siswa dari tingkat Sekolah Dasar Negeri (SDN) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) serta Madrasah Aliyah (MA) harus ekstra hati-hati saat menyeberang.
Puluhan pelajar tersebut bertaruh nyawa melintas sungai yang sewaktu-waktu berarus deras. Hal tersebut dilakukan para pelajar karena jembatan bambu yang biasanya mereka gunakan untuk menyeberangi sungai tersebut, rusak setelah diterjang banjir bandang sejak Minggu (19/6/2022) lalu.
Kepala Desa Bojongsari Asep melalui Kaur Keuangan Desa Bojongsari Kecamatan Nyalindung Abdul Azis mengatakan, sedikitnya 20 lebih siswa dari tingkat SD dan MTs serta MA yang berasal dari Kampung Cipiit, RT 04/RW 06, Desa Bojongsari, Kecamatan Nyalindung, harus bertaruh nyawa saat berangkat ke sekolah.
"Kalau jumlah siswanya, kayanya lebih dari 20 siswa. Karena, mereka selain untuk sekolah ke SDN Tanggeng Desa Bojongsari, juga banyak yang belajar ke sekolah MTs Lingkungan Hidup dan MA Lingkungan Hidup yang berada di wilayah Desa Sukamaju, Kecamatan Nyalindung," ujar Abdul Azis kepada MNC Portal Indonesia.
Abdul Azis mengungkapkan, jembatan satu-satunya akses menuju sekolah tidak bisa digunakan lagi saat ini. Itu sebabnya para pelajar menyeberangi sungai tanpa lewat jembatan. Mereka hanya bisa berangkat ke sekolah pada saat musim kemarau saja. Saat musim penghujan tiba, maka para pelajar ini terpaksa harus meliburkan diri karena alasan keselamatan karena takut terjadi banjir bandang.
"Puluhan siswa dari Kampung Cipiit itu, setiap pergi dan pulang sekolah melintasi sungai Citalahab yang memiliki lebar sekitar 20 meter. Meski para siswa sudah berpakaian seragam dari rumah, mereka terpaksa membuka sepatunya untuk melintasi sungai. Sementara untuk kedalaman sungai saat normal setinggi betis orang dewasa," ujar Abdul Aziz.
Tidak adanya jembatan penyeberangan di Sungai Citalahab ini, membuat masyarakat selalu merasa waswas. Untuk itu, warga yang tinggal di wilayah Kampung Cipiit selalu mengantar dan menjemput. Bahkan sesekali sering membantu menggendong siswa saat menyeberang sungai tersebut dengan menggunakan tali dari sling baja.
"Puluhan siswa yang bertaruh nyawa dengan melintasi sungai tersebut ini, sudah berlangsung lima hari. Iya, mudah-mudahan ada segera bantuan dari pemerintah untuk membangun jembatan permanen di Sungai Citalahab ini," katanya.
Editor : Putra
Artikel Terkait