Sosok Joko Tingkir, Leluhur Gus Dur yang Namanya Viral Jadi Lirik Lagu

Solichan Arif
Joko Tingkir disebut sebagai leluhur dari Presiden ke-RI KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. FOTO/IST

SURABAYA, iNews.id – Sosok Joko Tingkirseorang ulama sekaligus raja Islam pertama di Jawa dan leluhur Gus Dur menjadi perbincangan setelah namanya dijadikan lirik lagu yang viral di media sosial.

Lagu berjudul Joko Tingkir Ngombe Dawet dalam beberapa waktu terakhir viral. Namun, lagu tersebut diprotes sejumlah ulama lantaran dinilai kurang pantas. 

Mereka menilai pencipta lagu tersebut tidak memahami sosok Joko Tingkir yang merupakan salah satu ulama Islam asal Jawa dan murid Sunan Kalijaga.

Protes atas lirik lagu Joko Tingkir Ngombe Dawet salah satunya diungkapkan Ketua Komisi Fatwa MUI Jawa Timur KH Makruf Khozin.

"Sosok Joko Tingkir merupakan ulama dari tanah Jawa. Saya menyarankan pencipta lagu untuk mengalah dan mencari sajak alternatif lain. Cari padanan kata yang tidak harus Joko Tingkir," katanya. 

Sosok Joko Tingkir diketahui merupakan leluhur pendiri Nahdlatul Ulama (NU) KH Hasyim Asyari, kakek dari KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Hal ini diungkapkan oleh ulama NU, KH Ahmad Muwafiq alias Gus Muwafiq. 

Dia mengetahui bahwa Gus Dur merupakan keturunan Joko Tingkir ketika berziarah ke Petilasan Sultan Pajang, Kanjeng Hadiwijoyo di Lamongan, Jawa Timur. Saat itu, Gus Muwafiq yang menjadi asisten pribadi Gus Dur mendampingi Presiden ke-4 RI tersebut berziarah. 

Sosok Joko Tingkir

Joko Tingkir memiliki nama kecil Mas Karebet. Dia merupakan pendiri sekaligus raja pertama (1568-1582) Kerajaan Pajang. Sebagai raja Pajang, Joko Tingkir mendapat panggilan Sultan Hadiwijaya atau Sultan Adiwijaya.

Joko Tingkir yang lahir di Pengging, Jawa Tengah merupakan putra Adipati Pengging atau Kebo Kenanga, santri kinasih (kesayangan) Syekh Siti Jenar. 

Nama Mas Karebet konon berasal dari pertunjukkan wayang beber yang mengiringi pesta kelahirannya (1549). Suara beber wayang yang kemrebet akibat tiupan angin, menjadi asal-usul nama Karebet.

Sejak Kebo Kenanga meninggal dunia akibat berseteru dengan Sunan Kudus, Joko Tingkir yang masih bayi diasuh oleh Ki Ageng Tingkir, Ki Ageng Ngerang dan Ki Ageng Butuh. Ketiganya merupakan sahabat seperguruan mendiang ayahnya. Dari situlah nama Joko Tingkir berasal.

Sejak diasuh Ki Ageng Tingkir, Mas Karebet lebih dikenal dengan nama Joko Tingkir. Sebagai putra Kebo Kenanga yang menikah dengan Nyi Ageng Pengging, di dalam tubuh Joko Tingkir mengalir darah penguasa Majapahit.

Berbagai sumber menyebut,  Kebo Kenongo, ayah Joko Tingkir  merupakan putra Raja Andayaningrat atau Jaka Sengara, penguasa Pengging yang berjuluk raja buaya.

Pernikahan Andayaningrat dengan putri Pambayun Raja Brawijaya (Raja Majapahit) melahirkan putra yang diberi nama Kebo Kenanga. Sumber sejarah lain menyebut Kebo Kenanga memiliki saudara tua laki-laki yang bernama Kebo Kanigoro.       

Konon Kebo Kanigoro kemudian moksa setelah bertapa di sekitar kawah Gunung Merapi. 

Joko Tingkir kemudian menjadi menantu Trenggana, Sultan Demak (1505-1513 dan 1521-1546). Dari pernikahannya dengan Ratu Mas Cempaka, ia dikaruniai seorang putra bernama Pangeran Benowo atau Pangeran Benawa.

Kesuksesan karier politik Joko Tingkir dimulai dari perseteruannya dengan Adipati Jipang Panolan (sekarang Cepu Blora), Aryo Penangsang atau Arya Penangsang. Dibantu Ki Ageng Pemanahan, Juru Mertani, Ki Panjawi dan Danang Sutawijaya, Joko Tingkir berhasil menghabisi Arya Penangsang.

Sejak tumpasnya Arya Penangsang, Joko Tingkir muncul sebagai Raja Pajang, yang kekuasaanya menggantikan Kesultanan Demak. Dalam buku Kerajaan Islam Pertama di Jawa, Tinjauan Sejarah Politik Abad XV dan XVI, peneliti asing H.J de Graaf dan Th.G.Th. Pigeaud menyebut, dengan berakhirnya keluarga raja Demak cabang Jipang, mulailah Pajang memegang kekuasaan tunggal.

“Maka berdirilah kerajaan pedalaman yang pertama di Jawa Tengah sebelah selatan, yang kemudian berkembang menjadi kekuatan politik besar selama berabad-abad”. Sejak munculnya Kerajaan Pajang, pusat kekuasaan politik Jawa yang sebelumnya di wilayah pesisir Demak dan Surabaya, bergeser ke pedalaman.

Dalam Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa, Peralihan dari Majapahit ke Mataram, disebutkan bahwa pada tahun 1581 Sultan Hadiwijaya mendapatkan pengakuan kekuasaan sebagai raja Islam dan Sultan dari raja-raja terpenting di Jawa Timur dan pesisir sebelah timur.     

Kekuasaan Joko Tingkir atau Raja Hadiwijaya di Kerajaan Pajang mulai pudar seiring berkembangnya kekuasaan  Ki Ageng Pemanahan dan putranya yang bernama Danang Sutawijaya di kawasan hutan mentaok, Mataram.

Awalnya Ki Ageng Pemanahan, Ki Juru Mertani, Ki Panjawi dan Sutawijaya, merupakan sekutu Joko Tingkir, terutama saat menumpas Adipati Jipang Panolan Aryo Penangsang.

Ki Ageng Pemanahan merupakan keturunan Ki Ageng Selo asal Boyolali, Jawa Tengah yang bila garis keturunannya ditarik lebih ke atas lagi, silsilahnya akan sampai pada Raja Brawijaya Majapahit.

Oleh Sultan Hadiwijaya,  Danang Sutawijaya diambil anak angkat dan diberi julukan Raden Ngabehi Loring pasar. Atas jasa yang telah dilakukan Ki Ageng Pemanahan Cs, Sultan Hadiwijaya memberikan hadiah kawasan hutan mentaok, di Mataram.   

Kawasan Mataram yang semula kadipaten, berkembang pesat dan bahkan berani menentang kebijakan Kerajaan Pajang. Pemberontakan yang dilakukan Danang Sutawijaya  mengakhiri kekuasaan Pajang.

Usai perang dengan pasukan Mataram di wilayah Prambanan, Joko Tingkir atau Sultan Hadiwijaya jatuh sakit dan meninggal dunia. Joko Tingkir dimakamkan di Desa Butuh, Kabupaten Sragen Jawa Tengah.

Dengan berakhirnya kekuasaan Pajang, Danang Sutawijaya muncul sebagai Raja Mataram Islam pertama dengan gelar Panembahan Senopati ing Ngalaga (1586-1681).

Editor : Putra

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network