PONOROGO, iNewsPonorogo.id - Di kesenian Reog Ponorogo, ada banyak karakter yang dimainkan, mulai warok, penari jathil, bujang ganong, Prabu Klonosewandono hingga pembarong atau yang memainkan Reog.
Kemampuan fisik yang luar biasa diperlukan,oleh seniman pembarong yang mampu menghidupkan tradisi ini, karena harus mengangkat Reog seberat puluhan kilo.
Di Ponorogo, ada seniman atau pemain Reog unik, karena merupakan saudara kembar, yaitu bernama Suwondo dan Suwandi. Bahkan keduanya ini bisa dikatakan sang maestro yang cukup dikenal.
Dengan usia yang telah mencapai 65 tahun, Mbah Wondo dan Mbah Wandi, demikian panggilan akrab mereka, masih aktif menjadi Pembarong dan menjadi bagian dari perjalanan warisan seni Reog Ponorogo.
Kekuatan fisik mereka kini mungkin sudah tidak memungkinkan jika untuk mengangkat dadak merak yang beratnya mencapai kurang lebih 50 kilogram.
Kedalaman cinta terhadap seni Reog diturunkan melalui garis keturunan keluarga. "Darah seni itu sudah mengalir dalam darah kami," kata Suwondo.
Pengabdian sebagai seniman Reog ini bukan hanya sekadar pekerjaan, tetapi juga gaya hidup yang mereka nikmati. Pengalaman panjang mereka sejak tahun 80-an membuktikan dedikasi yang tidak pernah luntur.
foto: ilustrasi/putra
Menyimak musik Reog setiap hari menjadi salah satu cara mereka menjaga jiwa seni tetap hidup. "Karena sudah suka, jadi tidak pernah bosan," ungkapnya.
Mbah Wondo dan Mbah Wandi pernah membuktikan kemampuan fisik mereka saat salah satu dari mereka mematahkan dadak merak dalam sebuah pertunjukan. Kiprah mereka juga melampaui batas negara, ketika mereka tampil di negara Suriname bersama grup kesenian Reyog Ponorogo.
Namun, didalam usia mereka yang mendekati senja, mereka selalu mempersiapkan penerus dengan mengajarkan seni tari Reog pada para generasi muda, agar menjaga keberlanjutan tradisi ini.
"Harus ada kader atau penerus kami, agar kesenian Reog Ponorogo tetap ada," pungkas Mbah Wandi.
Kecintaan mereka pada kesenian Reog Ponorogo menjadi pendorong utama dalam melestarikan dan mengembangkan warisan kultural ini.
Selain kekuatan fisik, rahasia lain yaitu "roso seneng" (rasa senang), jamu kunir, telur Jawa, dan madu, menjadikan mereka berhasil eksis sebagai pembarong selama hampir empat dasawarsa.
Kisah Mbah Wondo dan Mbah Wandi tidak hanya mencerminkan dedikasi terhadap seni dan budaya lokal, tetapi juga semangat yang tak tergoyahkan dalam menjaga keaslian tradisi yang kaya akan makna dan nilai.
Editor : Putra
Artikel Terkait