MALANG, iNewsPonorogo.id - Penelitian sejarah menunjukkan bahwa perempuan dan ibu ruamh tangga di Malang memiliki peran yang sangat signifikan dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan.
Pembentukan Laskar Wanita (Laswi) dipimpin Soeprapti merupakan salah satu contoh nyata kontribusi perempuan dalam perang gerilya. Dengan menggunakan jaringan sosial yang sudah ada, Laswi berhasil membangun sistem komunikasi yang efektif di tengah kondisi yang sulit. Mereka menjadi intelijen, mata dan telinga mengintai pergerakan pasukan Belanda. Informasi yang sudah didapat disampaikan kepada para pejuang.
Pada 21 Juli 1947, Belanda kembali menginvasi Malang, tepatnya di wilayah Lawang. Sebagai bentuk perlawanan, pejuang Malang membalas dengan membakar sejumlah bangunan peninggalan Belanda.
Pasca peristiwa tragis Malang Bumi Hangus, ketika pertempuran kembali berkecamuk, para ibu dan perempuan Malang menunjukkan keberanian yang luar biasa. Mereka terjun langsung ke medan perang, tidak hanya sebagai pendukung moral, tetapi juga sebagai mata-mata dan kurir yang mengirimkan pesan-pesan penting antar pasukan pejuang.
"Benar, jadi Laskar Wanita atau Laswi itu dibentuk untuk berkomunikasi antar pasukan di Malang," kata Eko Irawan, Pemerhati Sejarah Malang, dikonfirmasi pada Senin (19/8/2024).
Markas Laswi tersebar di beberapa wilayah Malang, seperti Singosari, Pakisaji, dan Ketawanggede. Yang menarik, markas di Ketawanggede berdekatan dengan markas pejuang Arek Malang di Sumbersari.
"Jadi markasnya itu di rumah warga biasa, nggak kelihatan dari luar kalau itu markas pejuang. Sama kayak markas gerilyawan yang tentara itu di Gang 4 juga, kalau Laswi itu memang untuk mengantarkan pesan komunikasi antar pasukan pejuang di Malang," ujarnya.
Agar tak tertangkap Belanda, para perempuan ini menyiasati dengan berpura-pura menjadi pedagang. Dengan penyamaran ini, mereka berhasil lolos dari pemeriksaan ketat di pos-pos perbatasan dan menjadi jembatan komunikasi yang vital. Berkat mereka, pesan-pesan penting dari tokoh seperti Hamid Rusdi dapat sampai ke Kapten Soendjoto dan para pejuang lainnya.
"Para perempuan ini membawa pesan berupa surat biasanya yang ditaruh di pantatnya, supaya kalau digeledah kan tidak ketahuan. Isi pesannya itu biasanya, kapan saatnya mundur, maju melakukan serangan kapan, sampai perubahan strategi, hingga penggabungan antar pasukan," jelasnya.
Laswi dipimpin oleh Soeprapti dan memiliki anggota seperti Tutuk Rukamah, Soekesi, dan lainnya. Namun, jumlah anggota sebenarnya jauh lebih banyak karena hampir semua perempuan Malang ikut terlibat sebagai kurir pesan. Mereka menyamar sebagai pedagang sayur untuk menghindari kecurigaan Belanda.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait