Pavel Durov Pendiri dan CEO Telegram Ditangkap di Bandara Bourget Prancis

Rahman Asmardika
Pavel Durov, miliarder Rusia-Prancis yang merupakan pendiri dan CEO aplikasi perpesanan Telegram, ditangkap di bandara Bourget, dekat Paris, Prancis. tangkapan layar

PARIS, iNewsPonorogo.id - Pavel Durov, miliarder Rusia-Prancis yang merupakan pendiri dan CEO aplikasi perpesanan Telegram, ditangkap di bandara Bourget, dekat Paris, pada malam Sabtu, 24 Agustus 2024. Laporan ini disampaikan oleh TF1 TV dan BFM TV, yang mengutip sumber anonim.

Durov sedang bepergian dengan jet pribadinya saat penangkapan terjadi, menurut TF1 di situs webnya. Mereka menambahkan bahwa Durov menjadi target surat perintah penangkapan di Prancis sebagai bagian dari penyelidikan awal oleh pihak kepolisian.

TF1 dan BFM menyebutkan bahwa penyelidikan berfokus pada kurangnya moderasi di Telegram dan bahwa polisi menganggap situasi ini memungkinkan aktivitas kriminal terus berlangsung tanpa hambatan di aplikasi tersebut.

Durov kemungkinan akan menghadapi dakwaan pada hari Minggu, 25 Agustus 2024, menurut laporan media Prancis yang dikutip oleh Reuters.

Telegram, yang terenkripsi dan memiliki hampir satu miliar pengguna, sangat berpengaruh di Rusia, Ukraina, dan negara-negara bekas Uni Soviet. Platform ini termasuk salah satu media sosial utama setelah Facebook, YouTube, WhatsApp, Instagram, TikTok, dan WeChat.

Telegram belum memberikan tanggapan terhadap permintaan komentar dari Reuters, dan Kementerian Dalam Negeri serta kepolisian Prancis juga belum memberikan pernyataan.

Durov, yang lahir di Rusia, mendirikan Telegram bersama saudaranya pada tahun 2013. Ia meninggalkan Rusia pada tahun 2014 setelah menolak mematuhi perintah pemerintah untuk menutup komunitas oposisi di platform VKontakte miliknya, yang ia jual.

"Saya lebih memilih kebebasan daripada harus mengikuti perintah siapapun," ujar Durov kepada jurnalis Amerika Serikat, Tucker Carlson, pada April lalu mengenai keputusannya meninggalkan Rusia dan pencarian lokasi kantor pusat perusahaan di Berlin, London, Singapura, dan San Francisco.

Setelah Rusia menginvasi Ukraina pada 2022, Telegram telah menjadi sumber utama konten yang tidak difilter—seringkali vulgar dan menyesatkan—dari kedua belah pihak mengenai perang dan politik terkait konflik tersebut.

Platform ini telah berkembang menjadi apa yang disebut oleh beberapa analis sebagai 'medan perang virtual' untuk konflik tersebut, banyak digunakan oleh Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy dan pejabatnya, serta pemerintah Rusia.

Editor : Sazili Mustofa

Halaman Selanjutnya
Halaman : 1 2

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network