JAKARTA, iNews.id - Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), mengungkapkan kekecewaan terkait penetapan tiga tersangka dari pihak swasta dalam kasus ekspor minyak sawit mentah/CPO sebagai bahan baku minyak goreng.
Pada Selasa (19/4/2022), Kejaksaan Agung mengumumkan 4 tersangka kasus tindak pindana korupsi ekspor CPO, yaitu perwakilan PT Wilmar Nabati Indonesia berinisial MPT, Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group (PHG) berinisial SMA, dan General Manager di PT Musim Mas berinisial PT, dan salah satu pejabat Kementerian Perdagangan (Kemendag).
Direktur Eksekutif GIMNI, Sahat Sinaga, mengatakan pihak perusahaan sebenarnya sudah mematuhi aturan Domestic Price Obligation (DMO) 20 persen sebagaimana diatur Kemendag guna memaksimalkan pasokan minyak sawit ke dalam negeri.
Menurut dia, saat penerapan DMO pada awal Februari 2022, perusahaan yang menjadi eksportir CPO wajib memasok 20 persen CPO ke dalam negeri sebelum mendapatkan persetujuan ekspor (PE).
Namun proses yang dilalui perusahaan CPO untuk memperoleh surat PE justru kemudian dianggap sebagai upaya mendekati pejabat Kementerian Perdagangan hingga terseret sebagai tersangka.
"Kawan kami menunggu hingga pukul 04.00 WIB di kantor Kementerian Perdagangan. Mereka menunggu itu karena semua dokumen ekspor harus ada bukti DMO. Masa ini dijadikan bukti kalau mereka mendekati pejabat," ungkap Sahat, di Jakarta, Selasa (19/4/2022).
Inilah yang membuat GIMNI kecewa, padahal pihaknya sudah bekerja keras sesuai dengan ketentuan dan permintaan pemerintah demi rakyat. Namun hasilnya justru menjatuhkan pelaku usaha CPO.
Berkaca dari kasus ini, lanjutnya, GIMNI meminta Kementerian Perindustrian untuk segera turun tangan, karena hal ini merugikan para pengusaha minyak sawit.
Jika Kementerian Perindustrian tidak membereskan masalah ini, Sahat mengatakan, pelaku usaha minyak sawit akan berhenti menjalankan program subsidi.
"Sekarang banyak PE dirobek oleh pengusaha, karena sudah tidak ada gunanya. Kami protes keras dan minta ke Kementerian Perindustrian supaya ini dibereskan. Kalau enggak, kami tidak akan menjalankan program subsidi minyak goreng dari pemerintah ," ujar Sahat.
Dia mengungkapkan, pihak Kejagung, Kemendag, dan Kemenperin harus memperjelas kategori pelanggaran PE yang dilakukan pelaku usaha minyak sawit.
"Harus diperjelas gitu loh pengusaha melanggar PE tuh di mana? Jadi jangan di tuduh dulu tanpa ada bukti," ujar Sahat.
Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan tersangka dalam kasus pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (Crude palm oil/CPO). Kejagung menyebut, para tersangka ini menyebabkan kerugian perekonomian negara.
Ada empat tersangka yang telah ditetapkan, yakni Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan berinisial IWW dan 3 tersangka lainnya dari pihak swasta.
"Perbuatan para tersangka tersebut mengakibatkan timbulnya kerugian perekonomian negara atau mengakibatkan kemahalan serta kelangkaan minyak goreng," ujar Jaksa Agung ST Burhanuddin kepada awak media, Selasa (19/4/2022).
Burhanuddin menyebutkan bahwa tersangka diduga bermufakat jahat dengan pemohon untuk melakukan proses penerbitan persetujuan izin ekspor. Adapun berikutnya, mengeluarkan persetujuan ekspor kepada eksportir yang seharusnya ditolak izinnya karena tidak memenuhi syarat DMO dan DPO (Domestic Price Obligation).
Editor : Putra
Artikel Terkait