PONOROGO, iNewsPonorogo.id - Kabupaten Ponorogo memang terkenal dengan kekayaan seni dan budayanya, seperti Reog, wayang, dan berbagai kesenian lainnya. Namun, di tengah beragamnya kesenian, masyarakat kota Reog ini juga memiliki kebiasaan yang khas, yaitu nongkrong di warung kopi.
Kebiasaan masyarakat Ponorogo, membuat banyaknya warung kopi, dari yang berkonsep modern hingga yang telah melegenda sejak bertahun-tahun. Salah satu yang legendaris adalah warung kopi Mbah Tekluk.
Warung Kopi Mbah Tekluk, yang berlokasi di Jalan Soekarno-Hatta, Kelurahan Banyudono, Ponorogo, telah berdiri sejak tahun 1958 dan masih tetap eksis hingga kini. Meskipun saat ini coffeeshop modern semakin menjamur, warung ini tetap memiliki tempat istimewa di hati pelanggannya.
Warung Kopi Mbah Tekluk kini telah diteruskan oleh Riana, cucu dari pendiri warung ini, yaitu Mbah Tekluk, yang telah tiada beberapa tahun lalu. Meski begitu, warung ini masih mempertahankan dengan tempat sederhana seperti dulu.
"Kalau nenek saya (Mbah Tekluk) nama aslinya Kartumi. Dari 1958 jualan, ya di sini saya melanjutkan," tambahnya
Warung ini terletak di trotoar jalan dan hanya ditutupi terpal, tanpa adanya bangunan permanen. Meskipun demikian, antusiasme pelanggan tetap tinggi, hingga rela antre untuk menikmati secangkir kopi.
Pelanggan yang menikmati kopi khas Mbah Tekluk, bisa duduk di kursi panjang yang disediakan, namun jika penuh yang lainnya harus bersedia duduk di emperan toko.
Biasanya Warung Kopi Mbah Tekluk buka sejak pagi buta. Kemudian pelanggan sendiri dari berbagai kalangan datang, mulai dari tukang becak, pedagang pasar, pekerja kantoran, pelajar, mahasiswa, bupati hingga menteri.
Selain kopi, jadah bakar juga menjadi salah satu hidangan yang diminati oleh para pelanggan. Hidangan ini terbuat dari ketan yang dibakar di atas arang, memberikan cita rasa yang khas.
Dengan warisan sejarah dan kehangatan yang ditawarkannya, Warung Kopi Mbah Tekluk tetap menjadi tempat istimewa bagi masyarakat Ponorogo, menghadirkan pengalaman nongkrong yang tak terlupakan dalam suasana yang sederhana namun penuh makna.
Editor : Dinar Putra