JAKARTA, iNewsPonorogo.id - Di Indonesia masih banyak ritual yang tetap dipertahankan hingga kini. Salah satunya ritual di Sulawesi Tengah yang masih memiliki tradisi angkat rumah.
Desa Tinombala di Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, Anda masih bis menjumpai tradisi unik ini. Ya, Indonesia dengan beragam tradisi dari masing-masing suku menciptakan daya tarik tersendiri, tak hanya bagi warga lokal tetapi juga masyarakat luar negeri.
Masyarakat di sini masih melakukan tradisi angkat rumah, yang dilakukan oleh masyarakat setempat untuk memindahkan rumah ke lokasi atau tempat lain yang telah ditentukan.
Guna memindahkan rumahnya, diperlukan bantuan dari tetangga atau warga di kampung untuk mengangkat rumah secara gotong royong. Material rumah yang berbahan dasar kayu juga memudahkan warga untuk mengangkatnya.
Mengangkat rumah warga yang dilibatkan jumlahnya bisa puluhan bahkan mencapai ratusan, tergantung dari besar rumah yang akan dipindahkan atau diangkat.
Sebelum dilakukan pengangkatan, hal pertama yang dilakukan adalah mengikat bambu mengelilingi tiang rumah dan bagian dalam. Kemudian, dinding rumah yang terbuat dari papan dilepas satu per satu termasuk pintu dan jendela.
Setelah rumah dipindahkan ke tempat lain, tuan rumah akan menyediakan hidangan untuk dinikmati para warga yang telah membantu memindahkan rumahnya. Makan bersama ini merupakan bentuk ikatan silaturahmi yang erat antara warga.
Hidangan yang dimasak tersebut adalah bentuk ucapan terima kasih dari tuan rumah kepada orang-orang yang telah secara tulus mau membantu untuk memindahkan rumahnya.
Ingin tahu apa alasan ritual angkat rumah ini masih dilakukan? Berikut ulasannya
Tradisi angkat rumah dilakukan di beberapa daerah lain di Indonesia
Tidak hanya ada di Desa Tinombala, Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, hal serupa juga diterapkan oleh masyarakat Bugis, Barru, Sulawesi Selatan. Lebih tepatnya di Desa Lalabata, Kecamatan Tanete Rilau, Kabupaten Barru yang masih hidup dan mengakar hingga saat ini.
Kegiatan mengangkat rumah, oleh masyarakat Bugis ini disebut dengan Marakka’ Bola atau Mappalette yang berlangsung secara turun-temurun. Untuk memindahkan rumah seseorang, pesan disampaikan melalui toa atau alat pengeras suara yang ada di masjid, tak lama masyarakat akan berkumpul dan membantu secara sukarela
Adapun tujuan dari memindahkan rumah ini adalah agar terhindar dari bencana atau malapetaka. Uniknya tak hanya masyarakat Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Selatan, tradisi ini juga ditemui dan dikenal oleh masyarakat Sulawesi Barat dengan sebutan yang berbeda dari kedua tempat tersebut, yang dikenal dengan istilah Maakke Boyang di Polewali Mandar, Sulawesi Barat.
Berbeda dengan dua daerah sebelumnya, dalam prosesi Maakke Boyang, saat rumah akan dipindahkan dua anak kecil harus ada di dalam rumah, yang dipercaya dapat mengusir roh jahat dan membuat tradisi berjalan lancar.
Setelah itu tuan rumah akan menghidangkan ule ule bue atau kacang hijau untuk dinikmati bersama sebagai perwujudan rasa syukur karena tradisi Maakke Boyang telah selesai dilakukan.
Tradisi dengan nilai gotong royong yang kuat
Tradisi yang dilakukan di ketiga daerah tersebut menunjukkan betapa kuatnya nilai gotong royong yang masih mengikat para masyarakat setempat.
Gotong royong merupakan adalah suatu kepribadian bangsa serta budaya yang sudah melekat dan berakar di dalam kehidupan masyarakat. Ada berbagai manfaat gotong royong yang diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat, seperti terjalinnya rasa solidaritas di dalam lingkungan masyarakat, mempererat tali persaudaraan tanpa mengenal latar belakang atau status ekonomi yang ada, selain itu juga menjadikan lingkungan sekitar rumah menjadi lebih aman karena warga sudah saling mengenal.
artikel ini telah tayang di iNews.id dengan judul: Desa Unik di Sulawesi, Warganya Masih Terapkan Ritual Angkat Rumah saat Pindahan
Editor : Putra
Artikel Terkait