Sementara, keinginan VOC untuk melakukan monopoli perdagangan lada di Banten merupakan sumber konflik antara Banten dan VOC, karena Sultan Abdul Mufakhir menolak mentah-mentah kemauan VOC tersebut yang hendak memaksakan monopoli perdagangan. Dengan semakin kuatnya kedudukan VOC di Batavia sejak 1619, konflik antara kedua belah pihak kian memuncak.
VOC menerapkan blokade terhadap pelabuhan niaga Banten dengan melarang dan mencegat jung-jung dari China dan perahu-perahu dari Maluku yang akan berdagang ke pelabuhan Banten.
Blokade ini mengakibatkan pelabuhan Banten menjadi tidak berkembang sehingga mendorong orang-orang Banten untuk memprovokasi VOC. Tindakan ini dibalas oleh VOC dengan melakukan ekspedisi ke Tanam, Anyer, dan Lampung.
Bahkan Kota Banten sendiri berkali-kali diblokade. Situasi ini mendorong terjadinya perang antara Banten dan VOC pada bulan November 1633. Enam tahun kemudian, kedua belah pihak menandatangani perjanjian perdamaian meskipun selama dua dasawarsa berikutnya hubungan mereka tetap tegang.
Pada tahun 1636, Syarif Mekah dengan otorisasi Kesultanan Utsmaniyah memberikan pengesahan gelar Sultan kepada Abdul Mufakhir beserta sang putra mahkota, Abu al-Ma'ali Ahmad. Hingga pada akhirnya Sultan Abdul Mufakhir wafat pada tanggal 10 Maret 1651 dan dimakamkan di Pemakaman Kenari Banten.
Sumber:
"Silsilah Sultan Sultan Banten dan Keturunannya” Ranji Sarkub 2015
‘Perang, dagang, persahabatan: surat-surat Sultan Banten” Titik Pudjiastuti, 2007
Diolah dari berbagai sumber
Artikel ini telah diterbitkan di halaman SINDOnews dengan judul: Kisah Sultan Abdul Mufakir, Diangkat Jadi Raja Kesultanan Banten saat Bayi Berusia 5 Bulan
Editor : Putra
Artikel Terkait