PONOROGO, iNewsPonorogo.id - Warga Desa Golan dan Desa Mirah tidak boleh disatukan apalagi soal cinta. Itulah sebuah mitos yang hingga kini masih dipercaya sebagian besar warga Ponorogo, terlebih warga, di Kecamatan Sukorejo, tempat dimana kedua desa berada.
Bahkan legenda Golan dan Mirah tersebut hingga diabadikan pada sebuah situs Setono Wungu di Desa Nambangrejo. Dimana ditempat tersebut terdapat tiga makam, dua diantaranya adalah makam Joko Lancur dan Siti Aminah.
Juru kunci situs Setono Wungu, Sutrisono Hadi membuka tabir legenda Mirah dan Golan. Bahwa dulu ada seseorang bernama Joko Lancur alias Supeno. Pemuda Desa Golan yang punya kegemaran beradu atau sabung ayam.
Suatu ketika pada saat sabung ayam di Desa Mirah, ayam miliknya kalah, lalu berlari ke dapur rumah milik warga setempat, bernama Siti Amirah.
Kemudian ayam tadi oleh Siti Amirah dimandikan di sumur rumahnya. Berawal dari mengejar ayam, membuat Joko Lancur bertemu hingga terkesima dengan kecantikan Siti Amirah. Keduanya pun akhirnya jatuh cinta.
Hal ini membuat sikap Joko berubah drastis menjadi seseorang yang pendiam, serta tidak ingin keluar rumah. Perubahan tersebut membuat Ayah Joko, Ki Ageng Honggolono pun menjadi bingung.
Kemudian pada akhirnya Ki Ageng Honggoloni mengetahui jika anaknya jatuh cinta dengan anak Ki Ageng Mirah, Siti Aminah. Padahal antara Ki Ageng Mirah dan Ki Ageng Hongolono berseberangan, karena Ki Ageng Honggolono merupakan tokoh yang disegani, memiliki kesakitan serta beragama Hindu.
Selain itu Ia adalah orang kepercayaan Ki Gede Surya Ngalam atau Ki Ageng Kutu yang juga berseberangan dengan Ki Ageng Mirah.
Kemudian Ki Ageng Mirah sendiri merupakan tangan kanan Raden Batoro Katong yang merupakan Raja Wengker, cikal bakal Kabupaten Ponorogo dan beragama Islam.
"Ki Ageng Mirah sendiri pun mengetahui jika anaknya jatuh cinta dengan anak Ki Ageng Honggolono. Akan tetapi tidak berani menolak secara langsung," terang Sutrisno.
Ki Ageng Mirah akhirnya mengajukan berbagai persyaratan yang dibuat alibi untuk menolak kisah cinta anaknya denga Joko Lancur. Mulai dari dalam satu malam sawah di Desa Mirah harus dialiri. Padahal waktu itu musim kemarau.
Kemudian ada syarat yaitu karung berisi padi dan kedelai harus datang sendiri dari Golan ke Mirah tanpa digotong atau dibawa oleh manusia.
"Syarat pertama dipenuhi dengan mudah oleh Ki Ageng Honggolono yang memerintahkan buaya berjajar di tambak,” ungkapnya.
Masih menurut Sutrisno, syarat kedua dianggap gagal, meski padi dan kedelai datang sendiri juga dipenuhi. Akan tetapi sesampainya di Desa Mirah, Ki Ageng Mirah berkata jika yang datang bukanlah padi melainkan jerami dan kulit kedelai.
Hal tersebut membuat Ki Ageng Honggolono tersulut emosi. Pasalnya merasa dipermalukan. Akibat kejadian tersebut, Siti Aminah meninggal dunia, dan disusul Joko Lancur lantas bunuh diri karena tidak kuat melihat kekasihnya mati.
Setelah Joko Lancur meninggal, Ki Ageng Honggolono pun mengeluarkan sabda atau sumpah.
"Wong Golan lan wong Mirah ora oleh jejodhoan. Kaping pindo, isi-isine ndonyo soko Golan kang ujude kayu, watu, banyu lan sapanunggalane ora bisa digowo menyang Mirah. Kaping telu, barang-barange wong Golan Karo Mirah ora bisa diwor dadi siji. Kaping papat, Wong Golan ora oleh gawe iyup-iyup saka kawul. Kaping limone, wong Mirah ora oleh nandur, nyimpen lan gawe panganan soko dele,".
(Orang Golan dan orang Mirah tidak boleh berjodoh. Kedua, semua isi bumi seperti kayu, batu, air dan semua yang sama tidak bisa dibawa ke Desa Mirah. Ketiga barang-barang dari Desa Golan dan Mirah tidak bisa jadi satu. Keempat Desa Golan tidak boleh buat peneduh dari damen. Kelima warga Desa Mirah tidak boleh menanam, menyimpan dan membuat makanan dari kedelai).
Dari cerita itu menjadikan warga Desa Mirah maupun Desa Golan tidak bisa bersatu, dan bisa dipercaya hingga kini. Meskipun pernah ada ada pasangan yang nekat menikah dan akhirnya bercerai.
"Sebenarnya sama-sama merantau di Sumatera. Ya ketemu gitu aja. Cuma tahu sama-sama orang Ponorogo. Menikah saja, eh bercerai karena keduanya Dari Mirah dan Golan," jelasnya.
Kejadian demi kejadian sering terjadi, di Desa Mirah, dan Golan, mulai soal melanggar pantangan menanam kedelai dan lain sebagainya..
"Ya boleh percaya atau tidak. Tapi yang jelas warga Dua Desa ini tetap hidup rukun, meski dibayangi oleh mitos dan legenda tersebut" pungkasnya.
Editor : Putra
Artikel Terkait