PONOROGO, iNewsPonorogo.id - Masyarakat adat Desa Ngebel, Ponorogo, setiap 1 Suro menggelar acara ritual Larung Sesaji dan Risalah Doa di Telaga Ngebel, desa setempat.
Larung sesaji ini memiliki makna tersendiri dan spiritualitas bagi masyarakat di lereng Gunung Wilis ini. Tradisi larungan merupakan bagian dari wujud rasa syukur masyarakat atas kenikmatan yang telah diberikan Tuhan Yang Maha Esa. Sebelumnya juga dilakukan doa bersama.
Tradisi larung sesaji ini sudah ada sejak bertahun-tahun yang lalu. Dimana masyarakat adat Ngebel membuat tumpeng berukuran besar, untuk nantinya dilarung lalu ditenggelamkan ditengah telaga.
Sebelum dilarung, tumpeng juga diarak terlebih dahulu mengelilingi telaga. Tidak hanya ada satu tumpeng, namun 4 tumpeng. Dimana nantinya ketiga tumpeng yang tidak dilarung akan dipurak atau jadi rebutan warga.
Makna larungan sesaji ini sesungguhnya adalah sebuah tradisi, lalu bentuk doa diartikan atau diimplementasikan dengan tradisi larung sesaji ini.
“Ini bagian dari nguri-uri atau melestarikan tradisi, selain wujud betapa bersyukurnya kita kepada Allah, atas semua berkah yang diberikan,” kata Sugiri Sancoko, Bupati Ponorogo.
Lanjutnya, Bupati menambahkan bahwa ke tradisi ini kita besarkan. Tumpengnya yang di purak nanti jika akan ditambah.
"Tradisi ini juga menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan, jadi harus dikonsep dengan bagus," terangnya.
Selain tumpeng yang dilarung juga ada beberapa tumpeng yang dipurak atau diperebutkan warga. Sebagian orang percaya jika mendapatkan buah atau sayur yang dipurak, maka bisa mendatangkan keberkahan.
“Dapat buah dan sayur. Semoga bisa membawa keberkahan buat saya, meski Mendapatkannya harus berdesak-desakan,” pungkas Nanda salah satu wisatawan dari Jawa Tengah yang hadir.
Editor : Putra
Artikel Terkait