PONOROGO, iNewsPonorogo.id - Masyarakat adat Desa Ngebel, Ponorogo menggelar larung sesaji dan risalah doa di telaga. Prosesi ritual ini selalu dilakukan setiap tahunnya pada saat satu suro atau 1 Muharam didalam penanggalan Islam.
Sebelum dilarung, sebanyak 22 gunungan atau tumpeng raksasa hasil bumi tersebut dikirab mengelilingi Telaga Ngebel.
Selain merupakan ritual adat masyarakat setempat, juga bagian dari salah satu destinasi wisata. Sehingga tidak sedikit para wisatawan yang datang baik dari Ponorogo sendiri maupun luar kota.
Didalam prosesi ritual ini, buceng agung lantas dilarungkan ke tengah telaga lalu ditenggelamkan. Sedangkan sisa buceng yang lain diporak atau direbut ramai-ramai oleh warga. Mereka percaya bahwa berebut buceng bisa membawa berkah.
“Sapat sayuran, lalu buah juga. Semoga ada keberkahan kalau ikut berebut buceng,” kata Suparmi, salah satu warga.
Sementara itu, Bupati Ponorogo, Sugiri Sancoko, mengungkapkan bahwa Larungan Telaga Ngebel ini adalah tidak sekedar ritual adat, namun juga bisa diartikan berbagi atau sedekah dengan berbagai makhluk hidup penghuni telaga.
“Ini juga bisa diartikan shodaqoh atau sedekah, dengan aneka mahkluk hidup, seperti ikan dan lainnya. Harapan kami melarang semua keburukan, melarang kesalahan, malarung semua kekeliruan untuk introspeksi menatap bahwa 1 Muharram adalah awal tahun Hijriah, maka kita harus hijrah dari tidak baik menjadi baik,” pungkasnya.
Editor : Putra
Artikel Terkait