GAZA, iNewsPonorogo.id - Wanita-wanita hamil Palestina mengalami banyak hal miris selama konflik Palestina vs Israel berlangsung. Mereka yang akan melahirkan dengan operasi caesar harus dilakukan tanpa suntik pembisuan.
Mereka mati-matian berusaha menyelamatkan diri dari pertempuran yang terjadi antara gerilyawan Hamas dan tentara Israel. Dengan kondisi berbadan dua, yang sangat menguras tenaga, wanita-wanita hamil Palestina terus berjuang untuk tetap hidup.
Tidak hanya menyelamatkan diri dan calon bayi,tapi anak-anak yang juga masih jadi tanggung jawabnya. Perjuangan tidak berhenti di situ.
Saat proses melahirkan tiba, wanita-wanita hamil Palestina bertarung nyawa karena sebagian dari mereka yang harus menjalani proses kelahiran dengan operasi caesar justru menjalaninya tanpa proses pembiusan. Sedihnya lagi proses persalinan itu pun terkadang dilakukan seadanya. Seperti yang dialami Raneem Hejazi baru-baru ini.
Raneen Hejazi cuma bisa pasrah ketika tempat tinggalnya dibom oleh tentara Israel. Dalam kondisi hamil tua, Raneem Hejazi terjebak dalam reruntuhan bangunan.
Reruntuhan bangunan tersebut membuat anggota badannya terluka parah. Tangannya hancur, kakinya patah, hanya saja keajaiban masih menyertai karena dia dan janin yang ada dalam rahimnya masih bernapas.
Sesaat setelah berhasil diselamatkan dari reruntuhan, tim medis Palestina dari Nasser Hospital yang dipimpin Dr Mohammad Qandeel langsung melakukan operasi caesar. Operasi perlu dilakukan secepat guna menyelamatkan Raneem Hejazi dan calon bayinya.
Jangan bayangkan proses operasi berjalan dengan rapih dan punya peralatan lengkap. Dr Mohammad Qandeel hanya bermodal perlengkapan seadanya dan fitur senter yang ada di ponsel agar bisa melakukan operasi dengan baik.
Sedihnya Raneem Hejazi sama sekali tidak dibius selama operasi caesar berlangsung. Jadi bayangkan rasa sakit yang ditanggung olehnya. Dengan badan yang sudah sebagian hancur, Raneem Hejazi masih harus menahan sakit yang sangat luar biasa ketika operasi caesar dijalankan.
Raneem Hejazi bukan satu-satunya wanita hamil yang menjalani momen krusial tersebut. Tak terhitung wanita-wanita hamil di Palestina terpaksa menjalani proses persalinan dengan cara yang tidak pernah diharapkan oleh wanita-wanita lain di seluruh dunia.
Raneem Hejazi beruntung dia masih selamat. Sebagian lainnya justru meninggal tanpa bisa medengar bayi-bayi mereka lahir di Palestina dengan tangisan yang mengguncang.
Ammal Awadallah, Executive Director of the Palestinian Family Planning (PFPPA) dikutip Jezebel, Jumat (3/11/2023) ini mengaku telah mendengar banyaknya operasi caesar yang dijalani oleh wanita-wanita hamil Palestina tanpa proses anestesi atau pembiusan. Saat ini mereka memang berusaha untuk mengonfirmasi kondisi dan jumlah operasi caesar tanpa anestesi yang telah dilakukan selama konflik berlangsung.
Hanya saja tidak memungkiri bahwa hal itu bisa saja terjadi. Apalagi Israel telah memblokir seluruh akses masuk ke Gaza.
"Kami menyadari bahwa dengan adanya pencegahan pasokan medis dan obat-obatan yang masuk ke Gaza, ketersediaan anestesi semakin menipis,” kata Ammal Awadallah.
Dia mengatakan sulit menggambarkan derita yang dialami oleh wanita-wanita hamil Palestina. Selain rasa sakit yang luar biasa saat menjalani operasi caesar tanpa anestesi, Ammal Awadallah mencatat bahwa tanpa air dan pasokan medis, warga Gaza yang hamil dan melahirkan berpotensi terinfeksi dan bisa mengancam keselamatan dan nyawa mereka
Lebih lanjut Hiba Tibi, Direktur CARE yang membuka posko bantuan di Tepi Barat dan Gaza mengatakan bukan hanya operasi caesar saja yang dilakukan tanpa anestesi tapi juga operasi-operasi medis lainnya.
Hal itu terjadi karena memang ketersediaan anestesi sudah benar-benar langka. Kondisi itu menurutnya bisa berubah jika tenaga medis di Palestina bisa mendapatkan lagi stok obat bius.
Dia sendiri mengaku prihatin dengan wanita-wanita hamil Palestina yang terjebak dalam kondisi yang sangat berbahaya.
"Saya sulit membayangkan ketakutan yang mereka alami. Mereka bertarung buat diri mereka, keluarga, dan bayinya. Semuanya benar-benar merasakan sakit yang sulit ditanggung," tegasnya.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta