SURABAYA, iNews.id - Mpu Sindok merupakan raja pertama Kerajaan Mataram era Jawa Timur. Dia memutuskan memindahkan istana kerajaan pasca adanya dugaan kuat bencana alam letusan Gunung Merapi menghancurkan Medang.
Lantas siapa sosok Mpu Sindok yang akhirnya juga melahirkan trah keturunan raja-raja di Pulau Jawa. Buku "Babad Tanah Jawi" tulisan Soedjipto Abimanyu menyebut Mpu Sindok merupakan menantu dari Dyah Wawa yang merupakan raja terakhir Mataram Kuno di ibukota Medang, Jawa Tengah.
Dyah Wawa naik takhta raja tak lepas dari peran Mpu Sindok yang membantunya dalam menggulingkan Dyah Tulodong. Saat Dyah Wawa menjabat sebagai raja sebagaimana dikutip dari buku "13 Raja Paling Berpengaruh Sepanjang Sejarah Kerajaan di Tanah Jawa" tulisan Sri Wintala Achmad, Mpu Sindok diberi jabatan Rakryan Mahapatih Hino.
Bahkan karena dukungan penuh dan bantuan yang diberikan Mpu Sindok kepada Dyah Wawa, akhirnya Mpu Sindok dinikahkan dengan putri Dyah Wawa yang bernama Sri Wardhani Mpu Kebi. Dari hasil pernikahan inilah Mpu Sindok mempunyai putri bernama Sri Isanatunggawijaya, yang kemudian dinikahkan dengan pangeran Bali bernama Sri Lokapala.
Pernikahan tersebut kemudian melahirkan Makutawangsawardhana yang kemudian memiliki putri bernama Mahendradatta, yang tak lain ibu Airlangga. Sementara ayah Airlangga yakni Udayana Warmadewa yang merupakan raja Bali. Pada beberapa prasasti disebut Mahendradatta atau Gunapriya Dhamapatni disebut lebih dahulu sebelum suaminya.
Hal ini mengesankan bahwa kedudukan Mahendradatta lebih tinggi daripada Udayana. Bisa jadi saat itu Baki merupakan negara bawahan Jawa. Penaklukan Bali diperkirakan terjadi semasa pemerintahan Dyah Balitung sekitar tahun 890-900 M.
Kembali ke kiprah Mpu Sindok, selepas pernikahannya dengan Sri Wardhani Mpu Kebi, keberuntungan mengayomi Mpu Sindok. Pasalnya pada 928 M, Gunung Merapi meletus menghancurkan istana Medang dan membuat sang raja Dyah Wawa diduga kuat turut terkubur di dalamnya.
Mpu Sindok pun menobatkan dirinya sebagai raja Mataram, tetapi dia memindahkan pusat pemerintahan Mataram di Tamlang berdasarkan Prasasti Turyan pada 929 M. Mpu Sindok naik takhta menjadi raja bergelar Sri Maharaja Rakai Hino Sri Isana Wikramatunggadewa pada 928-947 M. Saat memerintah ia didampingi seorang Rakai Mahapatih Hino yang bernama Mpu Sashara.
Saat memerintah sebagai Raja Mataram inilah Mpu Sindok terkenal sebagai raja yang adil dan bijaksana. Dia selalu berusaha untuk memakmurkan kehidupan seluruh rakyatnya. Mpu Sindok menjadi penganut agama Hindu yang taat, tapi ia sangat menjaga toleransi terhadap umat agama lain.
Sebagai buktinya Mpu Sindok memberikan penghargaan Desa Wanjang sebagai sima swantantra kepada seorang pujangga bernama Sri Sambhara Suryawarana yang menulis kitab Buddha aliran Tantrayana, bertajuk Sang Hyang Kamahayanikan.
Alhasil dari Mpu Sindok ini pula lahir dinasti baru raja-raja Jawa yang dinamakan Dinasti Isana. Dimulai dari Sri Isanatunggawijaya yang merupakan istri raja Bali Sri Lokapala, berlanjut ke Sri Makutawangsawardhana, Dharmawangsa Teguh, Mahendradatta istri Udayana Warmadewa, hingga Airlangga atau yang bergelar Sri Maharaja Rakai Halu Sri Dharmawangsa Airlangga Anantawikramottunggadewa.
Mpu Sindok pada akhirnya mangkat atau meninggal pada 947 M. Arwahnya lantas dicandikan di Isanabajra atau Isanabhawana. Selanjutnya raja Medang diemban oleh Sri Isanatunggawijaya yang menikah dengan Sri Lokapala dari Bali.
Editor : Putra