Abdul Azis mengungkapkan, jembatan satu-satunya akses menuju sekolah tidak bisa digunakan lagi saat ini. Itu sebabnya para pelajar menyeberangi sungai tanpa lewat jembatan. Mereka hanya bisa berangkat ke sekolah pada saat musim kemarau saja. Saat musim penghujan tiba, maka para pelajar ini terpaksa harus meliburkan diri karena alasan keselamatan karena takut terjadi banjir bandang.
"Puluhan siswa dari Kampung Cipiit itu, setiap pergi dan pulang sekolah melintasi sungai Citalahab yang memiliki lebar sekitar 20 meter. Meski para siswa sudah berpakaian seragam dari rumah, mereka terpaksa membuka sepatunya untuk melintasi sungai. Sementara untuk kedalaman sungai saat normal setinggi betis orang dewasa," ujar Abdul Aziz.
Tidak adanya jembatan penyeberangan di Sungai Citalahab ini, membuat masyarakat selalu merasa waswas. Untuk itu, warga yang tinggal di wilayah Kampung Cipiit selalu mengantar dan menjemput. Bahkan sesekali sering membantu menggendong siswa saat menyeberang sungai tersebut dengan menggunakan tali dari sling baja.
"Puluhan siswa yang bertaruh nyawa dengan melintasi sungai tersebut ini, sudah berlangsung lima hari. Iya, mudah-mudahan ada segera bantuan dari pemerintah untuk membangun jembatan permanen di Sungai Citalahab ini," katanya.
Editor : Putra
Artikel Terkait