JAKARTA, iNews.id - Pada awalnya, Ponorogo, Jawa Timur, yang dulunya dikenal sebagai Wengker, memiliki kaitan dengan sosok Bathara Katong atau Lembu Kanigoro, putra dari Prabu Brawijaya, Raja Majapahit yang telah memeluk agama Islam.
Bathara Katong menjadi bupati pertama Ponorogo dan pada tahun 1486 dia membuka hutan belantara serta mendirikan istana kadipaten. Pada saat yang sama, permukiman penduduk mulai tumbuh di sekitar ibu kota kadipaten tersebut.
Meskipun begitu, asal-usul nama "Ponorogo" masih menjadi misteri. Dalam buku "Antara Lawu dan Wilis" (2021), disebutkan bahwa nama Ponorogo berhubungan dengan perjalanan spiritual Bathara Katong. "Ini berkaitan dengan kisah seorang pertapa yang ditemui oleh Bathara Katong saat dia melakukan perjalanan ke Ponorogo."
Secara etimologis, Ponorogo berasal dari kata "Pan" dan "Rogo" yang, jika digabungkan, memiliki makna "ngepanaken rogo" atau pengejaran suci.
Lebih jauh dijelaskan bahwa "pan" atau "Mapan" adalah tujuan akhir bagi orang Jawa untuk melampaui batasan tubuh fisik atau "rogo" dan menyatu dengan aspek ketuhanan.
Versi lain menyebutkan bahwa nama Ponorogo berhubungan dengan "Jogorogo," sebuah wilayah di utara Gunung Lawu, terutama wilayah eks karesidenan Madiun.
Kata "Rogo" dihubungkan dengan "Rowo" (rawa), dan "Pono" dengan "bono" yang berasal dari lanskap Buwono, mengacu pada situasi wilayah Madiun yang dulu merupakan rawa yang luas. "Jogorogo dapat dipahami sebagai perbatasan rawa, sedangkan Ponorogo merupakan perubahan linguistik selanjutnya."
Yang juga menjadi misterius adalah fisik dan karakter orang-orang Ponorogo yang berbeda dengan orang-orang di kabupaten sekitarnya.
Orang Ponorogo memiliki sifat yang lebih mandiri, lebih sadar diri, lebih berani, namun terkadang juga gegabah, lebih bersemangat, namun juga lebih kasar dibandingkan orang Jawa lainnya di Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Perangai orang Ponorogo mirip dengan orang Madura. "Mereka merupakan orang yang siap menarik pisau dan menenangkan dendam dengan bertindak keras."
Karakter keras ini diduga berhubungan dengan tingginya tingkat kejahatan di Ponorogo pada masa lalu, yang tercermin dari banyaknya pagar batu di sekitar rumah dan sawah penduduk untuk mengamankan dari perampokan dan pencurian.
Ada versi cerita yang berhubungan dengan karakter berbeda orang Ponorogo yang terkait dengan penaklukan Bathara Katong terhadap Kiai Demang Kutu atau Ki Ageng Kutu yang terkenal sakti.
Ki Ageng Kutu tinggal di Desa Kutu (kini Desa Singosaren, Jetis), seorang tokoh sakti yang tetap memegang keyakinan lama.
Ia mengajarkan ilmu magis kepada murid-muridnya yang terbagi menjadi dua kelompok: kelompok anak laki-laki yang dinamai jathil atau gemblak, dan kelompok pria dewasa yang diberi nama warok.
Bathara Katong, yang merupakan utusan Raden Patah, Sultan Demak Bintoro, membawa pasukan dari Demak dan lingkungan Majapahit. Banyak dari pasukan tersebut berasal dari Sampang, Madura.
Mereka kemudian menetap di Ponorogo dan mendirikan pemukiman baru. Dalam pertempuran itu, Bathara Katong berhasil mengalahkan Ki Ageng Kutu.
Editor : Sazili MustofaEditor Jakarta
Artikel Terkait