Lanjutnya, Suwardono menambahkan bahwa, dalam hal jarak waktu, konstruksi makam ini tidak relevan dengan zaman Mpu Sindok. Zaman Mpu Sindok dan era Islam berbeda jauh, dan informasi faktual tidak menunjukkan adanya hubungan antara keduanya.
Sehingga, ketika melihat peninggalan dan artefak sejarah arkeologis, tidak ada bukti peninggalan Mpu Sindok atau prasasti-prasastinya di sekitar Gunung Kawi.
"Makanya pas saya tanya keterkaitan dengan Mpu Sindok di Gunung Kawi kaget. Saya meneliti secara khusus peninggalan-peninggalan Mpu Sindok dan prasasti-prasastinya, sampai detail enggak ada (di sekitar Gunung Kawi)," terangnya.
Suwardono menegaskan bahwa peninggalan sejarah mengenai Mpu Sindok hanya terjadi ketika Mpu Sindok masih menjadi patih dari raja bernama Mpu Daksa saat masih beribukota di Jawa Tengah.
Misalnya, peninggalan Candi Songgoriti di sisi barat lereng utara Gunung Kawi. Namun, ketika Mpu Sindok menjadi raja dan memindahkan pusat pemerintahannya ke Jawa bagian timur, tidak ditemukan peninggalan sejarah yang menguatkan keterkaitan Mpu Sindok dengan Gunung Kawi.
Bila ada penemuan lempengan-lempengan tembaga yang diduga sebagai prasasti di kawasan Gunung Kawi, Suwardono menyarankan agar kebenaran temuan tersebut perlu diteliti kembali. Lempengan tersebut mungkin telah dipindahkan atau tidak memiliki kaitan dengan Gunung Kawi.
"Sehingga kalaupun ditemukan Prasasti Sindok di Gunung Kawi umpamanya bisa saja dibawa orang, dialihkan, disimpan, disembunyikan, akhirnya ditemukan ditemukannya di Gunung Kawi, seperti Prasasti Ukir Negara, yang dari Gunung Kawi itu nggak di sana tempat aslinya sebenarnya," pungkasnya.
Narasi sejarah mengenai dua makam di Keraton Gunung Kawi, Malang, perlu disesuaikan dengan fakta-fakta sejarah yang ada.
Sejarah adalah bagian penting dari warisan budaya suatu daerah, dan mengklarifikasi informasi yang berkembang adalah langkah penting untuk memahami akar sejarah yang sebenarnya.
Editor : Putra
Artikel Terkait