PONOROGO, iNewsPonorogo.id - Sebagai wujud syukur diberi hasil bumi yang berlimpah, masyarakat adat Desa Carangrejo, Kecamatan Sampung, Ponorogo menggelar ritual kawin air. Tradisi yang sudah berlangsung selama ratusan tahun ini, yaitu menyatukan dua mata air yang digunakan untuk pengairan sawah.
Tak hanya doa bersama, warga dan juga menyantap puluhan tumpeng yang mereka bawa.
Warga membawa sejumlah sesaji dan tumpeng, untuk dibawa ritual kawin air yang dilakukan di Bendungan Sumoro Bangun di Desa Biting, Kecamatan Badegan, Ponorogo.
Setelah melakukan prosesi doa dan makan bersama. Sesepuh desa lalu menuju anak sungai bendungan Sumoro Bangun untuk mengambil air. Dimana nantinya air tersebut akan dikawinkan dengan mata air dari Sendang Beji yang ada di Desa Carangrejo, Kecamatan Sampung, Ponorogo.
“Tradisi mengawinkan sumber dua mata air, yaitu sungai Sumoro Bangun di Desa Biting, Kecamatan Badegan dan aliran Sendang Beji di Desa Carangrejo, Kecamatan Sampung sebelah utara,” kata salah satu warga, Muhammad Muklis.
Tradisi kawin air ini sudah ada sejak ratusan tahun lalu, dan masih rutin dilakukan hingga sekarang. Selain wujud syukur karena diberi air berlimpah, tradisi ini juga untuk melestarikan budaya akan legenda Mbah Doblang.
“Ini bentuk rasa syukur kepada tuhan selalu diberi kelancaran dan kehidupan dan limpahan berkah ke masyarakat,” terangnya.
Menurut Kepala Desa, Kamsun menjelaskan bahwa adanya tradisi kawin air, ini sebagai bentuk rasa syukur warga dan petani bisa mendapatkan air berlimpah sehingga bisa panen hingga 3 kali dalam setahun.
“Dahulu daerah ini adalah hutan. Lalu tapi karena Mbah Doplang, bisa mendapat air dari sumber yang berlimpah. Selain untuk warga juga dibuat pertanian,” pungkasnya.
Tradisi kawin air merupakan bukti kearifan lokal yang mencerminkan hubungan harmonis antara manusia dan alam.
Editor : Putra
Artikel Terkait
