PONOROGO, iNews.id - Sudah jatuh tertimpa tangga, mungkin peribahasa yang tepat untuk menggambarkan nasib para peternak sapi perah yang ada di Kecamatan Pudak, Ponorogo, setelah adanya wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). Bagaimana tidak sudah susu hasil perahan ditolak oleh pabrik, jika kondisi sapi sudah parah dan harus dipotong paksa, harga pun cukup murah.
“Yang dipotong paksa masih laku dijual, namun harga nya cukup murah cuma dua juta per ekornya,” kata Suwanto Peternak asal Desa Pudak Wetan.
Lanjutnya, Suwanto menambahkan bahwa alasan kenapa sapi-sapi yang terjangkit PMK harus dipotong paksa, dan cuma di hargai murah.
“Dipotong paksa karena sudah fisiknya lemah, harapan sembuh tidak ada, daripada malah mati nantinya,” terangnya.
Rata-rata sapi yang disembelih, dilakukan di Rumah Pemotongan Hewan (RPH), karena tidak mungkin untuk dilakukan sendiri (sembelih).
“Masih hidup, tapi kondisinya parah, terpaksa disembelih ke Rumah Pemotongan Hewan (RPH), untuk kemudian dagingnya dijual. Karena untuk mengurangi beban kerugian peternak,” imbuhnya.
Kondisi sapi yang terjangkit PMK, sudah banyak yang akhirnya harus mati, karena memang tidak bisa diselamatkan. Sehingga terpaksa harus dikubur, meski harus mengalami kerugian yang luar biasa.
“Kalau yang mati sebelum disembelih jelas dikubur meskipun tempat menguburkan nya mengalami kesulitan sehingga harus mencari tempat ke wilayah hutan,” pungkas Suwanto.
Kondisi wabah PMK di Kabupaten Ponorogo memang terus meluas dan menyerang ribuan sapi, baik sapi pedaging maupun sapi perah. Dari 19 Kecamatan yang terdampak, Kecamatan Pudak yang paling banyak dilaporkan sapi tertular PMK.
Editor : Putra