Sementara itu, Kiai Muhaiminah, yang dijuluki "divisi infanteri NU", lebih fokus pada aspek spiritual dan taktik perang darat. Sebelum berangkat berperang, beliau mengasamai senjata-senjata sederhana seperti bambu runcing dengan doa-doa khusus. "Bambu runcing yang telah dibacakan doa dianggap memiliki kekuatan magis dan mampu melumpuhkan musuh," kata Gus Latif.
Hingga kini, pondok pesantren tempat Kiai Muhaiminah pernah mengajar masih berdiri di Parakan, Temanggung. Sebagai bentuk penghormatan, pondok pesantren tersebut diberi nama Bambu Runcing.
Kisah kedua kiai ini membuktikan bahwa perjuangan kemerdekaan Indonesia tidak hanya melibatkan kekuatan fisik, tetapi juga kekuatan spiritual. Mereka adalah pahlawan sejati yang namanya mungkin kurang dikenal luas, namun kontribusi mereka sangat besar bagi bangsa Indonesia.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta