Kemudian laku prihatin lainnya adalah biasanya juga dengan Mlaku atau berjalan. Di Gunungkidul, ketika dia kecil Sigit melakukannya dengan asal berjalan sampai capek dan kemudian pulang. Namun di Negoro (Kota Yogyakarta) ada yang dilakukan secara berjamaah, yaitu Mubeng Beteng.
"Di mana biasanya topo (bertapa) mlaku (berjalan) mubeng (mengitari) beteng,"terangnya.
Setelah itu ada laku prihatin dengan cara melek yaitu cegah tidur artinya mencoba tidak tidur sepanjang kemampuan seseorang menjalaninya. Artinya masyarakat Jawa dalam memperingati tahun baru tidak seperti dengan orang-orang barat. Masyarakat Jawa menyambut tahun baru dengan melakukan hal-hal prihatin.
Walaupun terkadang dalam bingkai senang-senang, biasanya masyarakat Jawa ada yang menggelar Sholawatan Jowo, Kenduri dan juga bahkan wayangan. Dan ktika memasuki wayangan, biasanya yang diambil filosofinya adalah melek (tidak tidur), kalau mubeng beteng yang diambil adalah berjalan.
Kalau lapar itu biasanya semua masyarakat bisa menjalaninya. Namun ketika berjalan, belum tentu semua orang kuat untuk menjalankannya. Dan ketika seseorang kuat untuk menahan Lapar dan tetap bisa Berjalan itu bisa melaksanakannya kemungkinan besar melek (tidak tidur) banyak yang gagal.
3 tradisi tersebut sebenarnya malam 1 suro adalah sudah dilakukan sejak jaman dahulu. Seperti puasa itu sendiri ia mengaku tidak mengaku tidak mengetahui sejak kapan dilaksanakan. Namun untuk mlaku Mubeng Beteng Keraton Ngayogyakarto Hadiningrat, tradisi tersebut dilaksanakan sejak jaman Sri Sultan HB I.
"Mungkin sebelumnya ada yang mubeng wilayah mereka masing-masing,"ungkapnya.
Editor : Putra
Artikel Terkait