Sekarang dia tinggal di New York. Dia adalah seorang penganjur kebebasan berbicara, terutama meluncurkan pembelaan yang kuat pada majalah satir Prancis Charlie Hebdo setelah stafnya ditembak mati oleh kelompok Islam di Paris pada tahun 2015. Majalah itu telah menerbitkan gambar-gambar Nabi Muhammad yang mengundang reaksi marah dari umat Islam di seluruh dunia.
Ancaman dan boikot terus berlanjut terhadap acara sastra yang dihadiri Rushdie, dan gelar ksatrianya pada tahun 2007 memicu protes di Iran dan Pakistan, di mana seorang menteri mengatakan gelar kehormatan itu membenarkan pemboman bunuh diri.
Fatwa tersebut gagal melumpuhkan berbagai tulisan Rushdie dan mengilhami memoarnya “Joseph Anton,” yang merupakan nama aliasnya saat bersembunyi dan ditulis sebagai orang ketiga. “Midnight’s Children” yang mencapai lebih dari 600 halaman, telah diadaptasi untuk panggung dan layar perak, dan buku-bukunya telah diterjemahkan ke lebih dari 40 bahasa. Suzanne Nossel, kepala organisasi PEN America, mengatakan kelompok advokasi kebebasan berbicara itu
"terguncang karena syok dan ngeri" atas penyerangan yang baru saja terjadi. "Hanya beberapa jam sebelum serangan, pada Jumat pagi, Salman mengirim email kepada saya untuk membantu penempatan penulis Ukraina yang membutuhkan perlindungan aman dari bahaya besar yang mereka hadapi," ujar pernyataan Nossel.
“Pikiran dan hasrat kami sekarang terletak pada Salman kami yang pemberani, berharap dia pulih sepenuhnya dan cepat. Kami berharap dan percaya dengan sungguh-sungguh bahwa suara esensialnya tidak dapat dan tidak akan dibungkam,” pungkas dia.
Editor : Putra
Artikel Terkait