Penting juga dipahami bahwa ritual ini tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang. Hanya panglima atau pemimpin suku yang memiliki hak dan kewenangan untuk melaksanakannya. Hal ini disebabkan ada konsekuensi besar akan ditanggung oleh yang melakukan ritual ini.
Meskipun disebut sebagai "mangkuk merah," bukan berarti itu adalah wadah berwarna merah. Sebaliknya, dalam mangkuk tersebut berisi darah merah yang memiliki makna simbolis yang dalam. Darah ini menjadi bukti kuat bahwa suku Dayak bersedia untuk mempertahankan dan memperjuangkan identitas serta keberadaan mereka sampai titik darah penghabisan.
Selain darah, dalam mangkuk merah juga terdapat helai bulu burung dan selembar daun lontar. Helai bulu burung melambangkan bahwa kabar atau pesan dapat disampaikan dengan cepat, seperti burung terbang dengan cepat. Sementara daun lontar memiliki makna sebagai simbol pelindung yang melindungi pesan dari cuaca ekstrem, baik panas maupun hujan.
Setelah semua elemen ritual dimasukkan ke dalam mangkuk, panglima atau pemimpin suku akan membungkusnya dengan kain merah. Selanjutnya, mangkuk merah ini akan dibawa ke panyagu, sebuah tempat suci, ketika matahari terbenam.
Di sana, panglima akan melaksanakan ritual untuk berkomunikasi dengan roh leluhur mereka. Suku Dayak yakin bahwa leluhur mereka akan memberikan jawaban melalui pertanda-pertanda dari alam sekitar.
Pada tahap berikutnya, tubuh panglima akan dirasuki oleh roh leluhur. Mereka akan mengeluarkan kata-kata magis yang akan dimengerti oleh suku Dayak lainnya.
Ritual ini tidak hanya tentang mempertahankan identitas suku, tetapi juga tentang menjaga hubungan spiritual dengan leluhur dan alam sekitarnya.
Editor : Putra
Artikel Terkait