MEDAN, iNewsPonorogo.id - Berbagai mitos memang tidak bisa terlepas dari masyarakat di Indonesia. Diantaranya tentang adanya Suku Batak dilarang menikah dengan orang dari suku Jawa.
Orang Batak yang dianggap berwatak cenderung keras dan ekspresif. Sebaliknya, orang-orang dari suku Jawa justru dianggap penurut dan lebih plin-plan dan itu dinilai dianggap salh satu faktor didalam mitos yang beredar.
Sehingga khawatir pernikahan yang menyatukan dua orang beda suku tersebut menimbulkan penindasan. Padahal, anggapan tersebut tak sepenuhnya benar karena tidak semua karakter suku Batak dan Jawa sama.
Antropolog Sri Alem Sembiring menyebut secara umum tidak ada larangan bagi orang Batak menikah dengan orang dari suku lain. Akulturasi antara masyarakat Batak dengan suku-suku lainnya di Indonesia juga sudah terjadi sejak lama.
"Kalau secara keseluruhan subetnis Batak saya tidak tahu (ada mitos larangan) . Tapi kalau di Karo (salah satu subetnis Batak) setahu saya enggak ada. Percampuran suku di dalam keluarga sudah terjadi sejak lama. Seperti di keluarga saya yang suku Karo, kami ada yang menikah dengan Jawa, Minang dan suku-suku lainnya," ujar Sri saat dihubungi MNC Portal Indonesia
Namun menurut Sri, di sejumlah subetnis Batak ada tradisi menikah dengan sepupu. Secara antropologis, pernikahan dengan sepupu ini dianggap sebagai pernikahan ideal (preferred marriage).
"Di orang Batak ada istilah Pariban atau dengan sebutan lain. Jadi seorang pria dari marga tertentu disarankan menikah dengan perempuan anak dari saudara laki-laki ibunya. Ini yang disebut preferred marriage," katanya.
"Perkawinan model ini tujuannya untuk terus menyambung tali silaturahmi antara keluarga ayah dan keluarga ibu. Tapi sekarang ini banyak juga yang tidak mau mengikuti model itu," ucapnya lagi.
Selain itu kata Sri, ada pula tradisi 'meng-anak-an' calon pengantin Batak yang berasal dari etnis non-Batak. Biasanya pengantin wanita yang bukan berasal dari etnis Batak akan diberikan marga sesuai dengan marga ibu dari calon suaminya.
"Jadi sebelum prosesi adat pernikahan, biasanya pengantin perempuan yang bukan dari Batak akan diberikan marga yang sama dengan ibu si pengantin laki-laki. Bahkan di masyarakat Karo, meskipun bermarga Batak, keluarga dari pihak paman saudara ibu pengantin pria akan bertanya kesediaan si pengantin perempuan untuk menjadi anak mereka," ucapnya.
"Jadi walaupun bermarga, misalnya Ginting, tapi kemudian ibu pengantin pria bermarga Tarigan, nanti dalam proses adat sebelum menikah calon pengantin perempuan akan dijadikan anak dari keluarga Tarigan. Ini akan menentukan posisinya nanti dalam struktur adat saat acara-acara tertentu. Jadi nanti tahu duduk di pihak mana kalau ada acara adat," katanya.
Menurutnya, mengacu pada rosesi seperti itu (penganakan) artinya tidak ada larangan menikah dengan suku lain.
"Tapi sekali lagi saya tegaskan itu dari subetnis Karo ya. Saya tidak berani menyatakan pendapat yang mewakili seluruh subetnis Batak," ujarnya.
"Jadi kalau dibilang mitos (larangan perkawinan Batak dengan Jawa) mungkin tidak ada. Tapi mungkin pengalaman yang dimitoskan," katanya lagi.
Sihol Situmorang, seorang tetua ada Batak Toba di Medan menjelaskan, jika di dalam adat Batak Toba, ada dikenal Tradisi Mangain. Tradisi ini dilakukan untuk mengangkat anak dan memberikan marga bagi calon pengantin dari etnis non-Batak yang akan menikah dengan orang Batak.
"Tradisi Mangain masyarakat Batak Toba ini dibuat dulu adatnya atau resepsi sebelum acara pernikahan yang disebut resepsi pengangkatan anak. Tidak bisa pernikahan dilakukan sebelum ada marganya di dalam pernikahan adat Batak ini, sehingga harus sah marganya dan barulah bisa dilakukan acara tradisi Mangain ini menuju pernikahan dengan menentukan orang tua angkatnya," ujar Sihol.
Terkait karakter dan agama orang Batak yang bertolak belakang dengan orang-orang etnis Jawa, Sihol menilai hal tersebut tak relevan dijadikan mitos larangan menikah di antara orang Batak dan Jawa. Karena sejak masuknya agama ke wilayah Tapanuli dan sekitarnya, masyarakat telah terfragmentasi ke sejumlah agama.
"Jadi mungkin mitos itu muncul karena itu. Orang Batak enggak boleh menikah dengan etnis lain. Harus menikah dengan Batak. Padahal siapa saja bisa diberikan marga Batak lewat proses penganakan itu. Kalau agama, di Tapanuli Selatan (subetnis Angkola Mandailing) dan Karo, masyarakat terbiasa hidup berdampingan berbeda agama," ucapnya.
artikel ini telah tayang di iNews.id dengan judul: Benarkah Orang Batak Dilarang Menikah dengan Suku Jawa? Mitos atau Fakta
Editor : Putra