Sebelumnya, dia juga telah mengalami perlakuan represif dari pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1913. Saat itu, intel Belanda mengirim seorang pencuri untuk menciptakan kerusuhan di Pondok Pesantren Tebuireng.
Aksi pencuri ini kemudian dihentikan oleh para santri, dan akhirnya si pencuri tewas dalam insiden tersebut. Belanda memanfaatkan kematian pencuri ini untuk menuduh Hasyim Asyari melakukan pembunuhan.
Beruntungnya, Hasyim Asy'ari memiliki pemahaman yang baik tentang hukum-hukum Belanda, sehingga ia berhasil membuktikan ketidakbenaran tuduhan tersebut dan terbebas dari jeratan hukum. Namun, sebagai balasannya, Belanda mengirim beberapa kompi pasukan untuk menghancurkan Pondok Pesantren Hasyim Asy'ari yang baru berusia 10 tahun saat itu.
Bangunan pesantren mengalami kerusakan parah, kitab-kitab hancur dan terbakar. Perlakuan buruk dari Belanda terhadap pesantren ini berlangsung hingga tahun 1940.
Meski mengalami berbagai kekerasan dan penderitaan di dalam penjara dan menghadapi tantangan dari pihak kolonial, semangat Hasyim Asy'ari dalam menegakkan agama Islam tidak pernah surut. Dia tetap teguh pada keyakinannya dan menjadi sosok penting dalam perkembangan Islam dan perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Sepeninggalannya, Nahdlatul Ulama (NU), menjadi salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia yang berperan dalam memperkuat toleransi dan perdamaian antarumat beragama.
Editor : Putra