PONOROGO, iNewsPonorogo.id - Tokoh Pendiri Nahdlatul Ulama (NU) KH Hasyim Asy'ari, seorang ulama besar Indonesia, rela menghadapi hukuman dan siksaan di penjara karena menolak perintah Jepang yang bertentangan dengan keyakinannya.
Keberaniannya ini terungkap dalam buku biografi berjudul ‘Guru Sejati, Hasyim Asy’ari’, di mana dikisahkan bahwa pada tahun 1942, Hasyim Asy'ari bersama beberapa santrinya ditahan karena menolak mengikuti ritual penghormatan terhadap Kaisar Hirohito dan Dewa Matahari (Amaterasu Omikami) yang dikenal dengan sebutan Seikerei.
Pada masa itu, Jepang mewajibkan Seikerei bagi penduduk Indonesia. Ritual ini dilakukan dengan membungkuk setiap pukul 07.00 pagi. Namun, Hasyim Asy'ari menolak karena meyakini bahwa hanya Allah yang layak disembah, bukan manusia atau matahari.
Penolakannya ini menyebabkan Hasyim ditangkap oleh tentara Jepang karena dikhawatirkan akan melakukan pemberontakan. Di dalam penjara, dia mengalami penyiksaan fisik yang sangat berat, bahkan salah satu jarinya patah sehingga tidak dapat digerakkan.
Setelah mengalami penderitaan selama empat bulan, tepatnya pada tanggal 18 Agustus 1942. Pendiri Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang ini akhirnya dibebaskan karena banyaknya protes dari kalangan kiai dan santri.
Di dalam buku tersebut, juga tampak posisi tangannya di pangkuan seolah-olah ia sedang menahan rasa sakit. Telapak tangan kirinya masih remuk karena dipukul dengan palu selama di penjara Jepang.
Setelah insiden ini, pihak Jepang meminta maaf kepada para ulama, terutama Kiai Hasyim sebagai tokoh yang sangat dihormati. Namun, perjuangan Hasyim Asy'ari tidak berakhir di situ saja.
Editor : Putra