NTT, iNewsPonorogo.id - Baru-baru ini, media sosial diramaikan dengan video viral yang memperlihatkan aksi kawin tangkap yang terjadi di Waimangura, Kecamatan Wewewa Barat, Kabupaten Sumba Barat Daya, NTT. Tiga video yang beredar merekam momen perempuan diculik oleh belasan pria langsung menjadi perbincangan hangat masyarakat luas.
Dalam video tersebut, kita bisa melihat seorang perempuan berdiri di pinggir jalan yang tiba-tiba digotong dan dimasukkan ke dalam sebuah mobil pikap oleh sekelompok pria berpakaian adat. Mereka bersorak-sorai setelah berhasil menculik perempuan tersebut dan segera pergi dari lokasi.
Video lainnya menampilkan perempuan yang diculik disandingkan dengan seorang pria di atas tikar rumah adat, sementara mereka disajikan kopi dan sirih pinang, sebagai bagian dari tradisi adat.
Peristiwa ini memicu respons dari Sinode Gereja Kristen Sumba (GKS), terutama karena perempuan yang menjadi korban penculikan adalah anggota jemaat GKS Mata, Sumba Barat Daya. Namun, lebih dari sekadar peristiwa lokal, kontroversi ini mengungkapkan sebuah tradisi yang telah lama menuai kritik dan kontroversi di wilayah Sumba, NTT.
Tradisi kawin tangkap, yang disebut juga sebagai perkawinan tanpa peminangan, merupakan praktik yang berakar dari budaya nenek moyang masyarakat pedalaman Sumba. Tradisi ini diyakini telah berlangsung secara turun-temurun hingga saat ini.
Editor : Putra
Artikel Terkait