GARUT, iNews.id - Kasus yang viral dan jadi sorotan yaitu rumah warga Kecamatan Banyuresmi, Kabupaten Garut, yang dirobohkan rentenir. Permasalahan diantara keduanya dinilai cacat hukum. Hal ini disampaikan oleh Kepala Program Studi Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Unisba, Prof Nandang Sambas.
"Enggak bisa dikatakan jual beli kalau tidak ada surat kuasa, para pihak harus jelas, jelas objeknya. Boleh saja orang lain menjual, tapi harus ada surat kuasa," kata Prof Nandang Sambas saat dihubungi MNC Portal Indonesia, Minggu (18/9/2022) malam.
Proses jual beli rumah berukuran 7x5 meter persegi itu dilakukan antara kerabat dari Undang bernama Entoh dengan rentenir yang disertai bukti kuitansi bermaterai tertanggal 7 September 2022. Sementara Undang, warga Kampung Haurseah, Desa Cipicung, Banyuresmi, sebagai pemilik yang namanya tercantum dalam sertifikat, tak mengetahui karena tidak dilibatkan.
"Misalnya meski sudah balik nama ke rentenir, tetap saja milik si A (Undang) karena jual beli itu dianggap tidak ada, tidak sah," ujarnya.
Hal ini juga berlaku bila bangunan dan tanah tersebut masih berstatus waris dari orang tua. Karena nama Undang telah tercantum dalam sertifikat, lanjutnya, maka mau tidak mau hukum hanya mengakui bahwa Undang lah pemilik bangunan dan tanah tersebut.
"Urusan hukum kan harus sesuai dengan bukti formal, terlepas statusnya waris belum dibagikan dia (kerabat Undang) tidak bisa menjual, mutlak yang namanya di sertifikat yang bisa menjual dan memindahtangankan," katanya.
Dengan demikian, proses jual beli yang dilakukan Entoh dengan rentenir itu tidak diakui di mata hukum. "Kalau begitu (sepihak) sama saja dengan menjual tanah orang, cacat hukum," katanya.
Dia pun sependapat dengan aparat kepolisian yang menerapkan Pasal 406 KUHP tentang Pengrusakan terhadap rentenir. Sebab, rentenir itu telah membongkar rumah karena merasa telah membeli, akibat utang pokok dan bunga membengkak dari Undang yang belum dibayarkan.
"Itu masuk Pasal 406 KUHP tentang Pengrusakan," ujar Prof Nandang Sambas.
Editor : Putra