JAKARTA, iNewsPonorogo.id - Ulama besar Imam Al-Ghozali cukup populer dikalangan umat Islam, namun sebagian dari mereka menyebut bahwa Imam Al- Ghozali tidak paham ilmu Hadis.
Alasannya karena Kitab Ihya' karangan beliau banyak memuat hadis lemah, bahkan ada yang palsu. Benarkah Imam Al-Ghozali tidak paham ilmu Hadis ? Berikut penjelasan Ustaz Ahmad Syahrin Thariq, Dai lulusan Al-Azhar Mesir.
Imam Al-Ghozali rahimahullah (wafat 505 Hijriyah atau 1111 M) adalah salah satu ulama besar muslim dengan segudang karya dan jasa untuk umat.
Cukuplah gambaran bagaimana sosok beliau ketika para ulama menggelarinya dengan julukan "Hujjatul Islam" sebuah gelar yang tidak banyak ulama lain yang menyandangnya.
Tentu sangat disayangkan ada sebagian pihak dengan polosnya mengatakan bahwa Imam Al-Ghozali adalah ulama yang tidak paham hadis karena adanya pernyataan beliau:
بِضَاعَتِي فِي عِلْمِ الحَدِيثِ مِزْجاَةٌ
"Pengetahuanku tentang ilmu Hadits memanglah sedikit." Sehingga dari sini sebagian orang menganggap beliau tidak menguasai hadits dengan baik. Mari kita pahami dengan baik duduk permasalahan ini.
"Jika di dalam Kitab Ihya memuat hadits lemah kemudian Imam Al-Ghozali dituduh orang yang tidak paham ilmu hadits, jelas ini tuduhan ngawur," kata Dai pengasuh Ma'had Subuluna Bontang Kalimantan Timur, dalam satu kajiannya. Para ulama telah menjelaskan hal ini dengan gamblang, di antaranya apa yang dinyatakan Al-Hafidz Al-Iraqi rahimahullah:
ان كما برهن عليه في التخريج وغير الاكثر وهو في غاية القلة رواه عن غيره او تبع فيه غيره متبرئا بنحوصيغة روى عنه واما الاعتراض عليه ان فيما ذكره الضعيف بكثرة فهو اعتراض ساقط لما تقرر انه يعمل به في الفضائل وكتابه في الرقائقفهو من قبيلها
"Sesungguhnya kebanyakan yang disebutkan Al-Ghazali (dalam Ihya) bukanlah hadits palsu, sebagaimana yang ditunjukkan dalam takhrij-nya.
Yang tidak banyak, dan itu sangat sedikit, diriwayatkan dari orang lain atau mengikuti orang lain dengan menggunakan shighat pembebasan diri "Diriwayatkan dari..."
Adapun sanggahan bahawa Kitab Ihya' di dalamnya banyak memuat hadits dha'if (lemah) adalah pernyataan yang gugur, karena hadits dhaif dapat diamalkan dalam masalah fadha'il amal. Dan Ihya' adalah kitab yang bergenre penyucian jiwa dan itu termasuk dari fadhilah amal.
(Ta'rif al-Ahya bi Fadhail Ihya) Demikian juga Syaikh Sa'id Ramadhan Al-Buthi rahimahullah berkata:
أكثر الأحاديث الضعيفة والمنكرة الواردة فى كتاب إحياء علوم الدين للإمام الغزالى تتعلّق بفضائل الأعمال الثابت فضلها بأدلّة ثابتة أخرى. وعلماء الحديث متفقون على أنه لا ضير فى الإستشهاد بالأحاديث الضعيفة لفضائل الأعمال بشرط أن لا يشتدّ ضعفه وأن لا يوهم الراويأثناء الإستشهاد بها بأنّها صحيحة على أنّ الله قيّض لهذه الأحاديث من أبرزها وميّزها وبيّن ضعفها وهو الحافظ العراقي فما الإشكالالذي يؤرق بالك من هذا الأمر الذي لا إشكال فيه
"Kebanyakan hadits dhaif dan munkar yang ada di dalam Kitab Ihya' Ulumuddin karya Imam Ghazali berhubungan dengan fadhilah amal, yang mana sebenarnya keutamaannya telah tetap dengan beberapa dalil kuat yang lainnya.
Para ulama hadits telah bersepakat bahwa tidak mengapa menjadikan hadits dhaif untuk urusan keutamaaan beramal dengan syarat sifat lemahnya tidak terlalu parah dan tidak menjadikan salah sangka bahwa hadits yang disampaikan adalah hadits shahih.
Selain itu, Allah telah menampakkan kedudukan Hadits-hadits (dalam kitab Ihya) pada seseorang yang menjelaskan kedhaifan hadits-hadits tersebut. Beliau adalah Al-Hafiz al-'Iraqi. Lantas mengapa dipermasalahkan sesuatu yang sebenarnya tidak bermasalah."
Perlu kita ketahui, bahwa Kitab Ihya itu bukanlah kitab hadits, namun di dalamnya terdapat tidak kurang dari 4.800 Hadits, yang ini berarti ia memuat hadits lebih banyak dari beberapa kitab Hadits seperti Al-Muwatha' karya Imam Malik yang hanya 1.720 Hadits. Bahkan lebih tebal dari Sunan Ibnu Majah yang hanya 4341 Hadits.
Sejumlah 5.000-an hadits ini belum lagi ditambah penguasaan Al-Ghozali terhadap hadits-hadits hukum yang beliau gunakan untuk menjelaskan fiqih Mazhab Syafi'i dalam kitab-kitabnya yang lain, yang tentunya jumlahnya lebih banyak.
"Dan kita perlu tahu, ulama pada masa itu tidaklah mencantumkan hadits kecuali yang dihafalnya dengan baik. Berbeda dengan orang hari ini yang menulis karya kadang cukup hanya bermodal copypaste dari artikel," terang Ustaz Ahmad Syahrin.
Selanjutnya, Imam Al-Ghazali selain mengarang kitab bertema aqidah, tasawuf, adab dan juga fiqih, juga memiliki karya yang memberi perhatian terhadap ilmu hadits.
Seperti karyanya berjudul Al-Mankhul min Ta’liqaat al Ushul dan al Mustashfaa min Ilmil Ushul. Beliau juga mempunyai guru-guru terkemuka dalam ilmu Hadits sebagaiman perkataan Imam Suyuthi rahimahullah berikut:
وسمع صحيح البخاري وصحيح مسلم على عمر بن أبي الحسن الرواسي الحافظ الطوسي وسمع صحيح البخاري من أبي سهل محمد بنعبد الله الحفصي، وسمع سنن أبي داود السجستاني من الحاكم أبي الفتح الحاكمي الطوسي
"Beliau telah mempelajari Shahih Al Bukhari dan Muslim dari Umar bin Hasan ar-Rawasi dan dari Hafidz ath-Thusi. Beliau juga mempelajari Shahih Bukhari dari Abi Sahl Muhammad bin Abdullah Al-Hafshi.
Juga mempelajari Sunan Abu Daud dari Al-Hakim Abu Fath Al-Hakimi ath Thusi." [Ath Thabaqat (4/111)] Lalu bagaimana memahami perkataan Al-Ghazali di atas yang mengaku bahwa beliau tidak banyak menguasai hadits?
Jawabannya adalah: pertama ungkapan ketawadhuan. Jika pengakuan merendah ulama dipahami secara zahir alias apa adanya, maka kita bisa salah menyimpulkan banyak hal. Seperti contohnya pernyataan Imam Syafi'i:
"Aku mencintai orang shalih meskipun aku bukan termasuk dari mereka." Itu adalah ungkapan ketawadhu'an. Amat keliru jika kita menyimpulkan bahwa Imam Syafi'i bukan orang shalih karena berangkat dari pengakuan beliau sendiri.
Kedua, kemampuan beliau dalam ilmu hadits memang tidak se-ekspert tokoh-tokoh besar ilmu hadits seperti Ibnu Hajar, Imam an-Nawawi dan lainnya. Yang mereka memiliki karya-karya yang berkaitan langsung dengan ilmu hadits yang tidak dimiliki oleh Imam Al-Ghozali karena memang berbeda spesialisasi.
"Cobalah baca kitab beliau seperti Jawahir Qur'an dan Mundziq min al Dzalal, maka kita akan mengetahui bahwa Imam Al-Ghozali bahkan jauh lebih menguasai hadits dari kebanyakan doktor jurusan ilmu hadits hari ini," kata Ustaz Ahmad Syahrin.
Selanjutnya, jika karena alasan Kitab Ihya Ulumuddin memuat hadits lemah lalu Al-Ghazali dituduh tidak paham hadits, seharusnya standar yang sama juga digunakan untuk menilai ulama lainnya yang tersandung kasus yang sama.
Seperti Ibnu Qayyim al-Jauziyah rahimahullah dengan karyanya "ar-Ruh" juga banyak memuat Hadits-hadits lemah dan bermasalah di dalamnya. Tapi tidak ada kritikan menyebut Ibnul Qayim tidak paham hadits sebab kitabnya tersebut.
"Tapi begitulah orang-orang zaman sekarang begitu mudah menguliti kesalahan ulama yang dianggap dari luar kelompoknya. Namun berlagak pilon (pura-pura tidak tahu) jika itu ada pada ulama yang mereka ikuti," terang Ustaz Ahmad Syahrin.
Semoga Allah mencurahkan taufik-Nya agar kita tidak mudah menghukumi sesuatu yang kita sendiri tidak tahu hakikatnya. Wallahu A'lam. Referensi: 1. Siyar A'lam Nubala (19/322) 2. Ta'rif al Ahya bi Fadhail Ihya Hal 32 3. Masyurat Ijtima'iyyat Hal 149 4. Ath-Thabaqat (4/111).
Artikel ini telah diterbitkan di halaman SINDOnews dengan judul: Benarkah Imam Al-Ghozali Tidak Paham Hadis? Ini Penjelasan Ustaz Ahmad Syahrin
Editor : Putra