JAKARTA, iNews.id - Raja pertama Kerajaan Mataram, Panembahan Senopati ing Alaga Sayidin Panatagama, membuat penguasa atas wilayah Laut Selatan, Nyai Roro Kidul, merasa cemas.
Ini terjadi karena kekuatan doa yang dia panjatkan kepada Yang Maha Kuasa. Pada saat itu, tiba-tiba angin puting beliung datang bersama hujan deras. Gelombang laut yang setinggi gunung bergulung-gulung, mengakibatkan pohon-pohon di pantai roboh seketika. Air laut menjadi mendidih.
Kisah ini diceritakan dalam buku 'Babad Tanah Jawi: Mulai dari Nabi Adam sampai Tahun 1647', yang ditulis oleh sejarawan Belanda, WL Olthof. Nyi Roro Kidul atau Kanjeng Ratu Kidul merasa heran dengan apa yang terjadi.
"Sepanjang hidupku, belum pernah aku melihat laut seperti ini. Mengapa ini terjadi? Apa ada alasannya, apakah karena matahari jatuh, atau apakah ini pertanda kiamat?" ujar Roro Kidul.
Olthof menerjemahkan mahakarya sastra Jawa, tembang macapat 'Babad Tanah Jawi', yang menceritakan tentang Kerajaan Mataram dan para raja Jawa.
Tidak tanpa alasan, Panembahan Senopati mendatangi Laut Selatan. Dia melakukannya atas perintah dari Ki Juru Martani, sang Paman. Panembahan Senopati tengah dilanda kegelisahan.
Dia terus memikirkan kapan dia akan menjadi seorang raja yang menguasai seluruh Tanah Jawa, diwariskan dari generasi ke generasi. Dalam Babad Tanah Jawi, terdapat momen di mana Ki Juru Martani mendekati Panembahan Senopati yang sedang berbaring di Lipura. Tiba-tiba, sebuah bintang bercahaya jatuh di dada keponakannya.
Bintang yang bersinar terang itu kemudian berbicara dan mengatakan bahwa Panembahan Senopati akan menjadi raja di Mataram tanpa saingan. Dia akan dihormati oleh musuh dan menjadi kaya. Ramalan dari bintang itu membuat Raden Bagus Dananjaya atau Raden Ngabehi Saloring Pasar (nama asli Panembahan Senopati) menjadi gelisah.
Dalam pikirannya, saatnya telah tiba baginya untuk mengambil alih Kerajaan Pajang. Kekhawatiran ini diterima oleh Ki Juru Martani. Dia mengingatkan bahwa ucapan dari bintang bercahaya tersebut hanyalah suara dari alam gaib yang belum tentu benar. Panembahan Senopati pun bingung.
Editor : Sazili MustofaEditor Jakarta