Menurut kemdikbud.go.id, tato Mentawai adalah bagian dari tradisi dan budaya yang berfungsi sebagai simbol, tanda pengenal, atau hiasan yang mengandung makna mendalam. Tato ini merupakan sistem penandaan yang mencerminkan prinsip hidup suku Mentawai.
Proses tato pada Masyarakat Mentawai dimulai sejak usia 7 tahun dan dilakukan oleh seorang seniman tato yang disebut sebagai sipatiti. Sebelum proses penatoan, mereka mengadakan upacara inisiasi di galeri milik sipatiti yang disebut puturukat.
Upacara ini dipimpin oleh seorang tokoh adat yang disebut sikerei, dan mereka mengorbankan seekor babi sebagai bagian dari ritual inisiasi.
Tato pada suku Mentawai tidak menggunakan bius, sehingga prosesnya dilakukan dalam beberapa sesi. Tato tidak bisa selesai dalam satu kali duduk karena risiko dan rasa sakit yang dialami oleh individu yang ditato. Oleh karena itu, mereka memberikan waktu jeda sebulan atau lebih sampai bagian tato sembuh dan dianggap bagus.
Jika tato belum sembuh dengan baik, mereka akan mengulangi proses tato dan kembali menyelenggarakan upacara dengan pemotongan babi.
Pewarna tato Mentawai terbuat dari campuran arang dan air tebu yang dipanaskan dengan tempurung kelapa. Teknik pembuatan tato melibatkan mengetok-ngetok menggunakan jarum.
Setelah proses tato selesai, area tubuh yang ditato akan diolesi dengan daun kukuet (sejenis daun lengkuas) untuk mencegah infeksi dan pembengkakan.
Editor : Putra