Lebih lanjut, Lisdyarita mengungkapkan bahwa memang Pemerintah Pusat memilih jamu dengan pertimbangan bahwa Indonesia mempunyai jamu sebagai warisan budaya minuman kesehatan terlebih disaat masa pandemi Covid 19. Namun disatu sisi Reog tidak kalah penting jika harus disandingkan dengan jamu.
“Reog bukan kesenian biasa, didalamnya memuat unsur pendidikan, seni, olahraga dan kriya,” terangnya.
Wakil Bupati Ponorogo Lisdyarita Rapat Koordinasi di Kantor Staf Presiden (foto; Humas Pemkab)
Selain itu, masih menurut Wabup Lisdyarita, bahwa Reog, tidak sekedar sebuah seni pertunjukan saja, namun juga berdampak luas pada sendi-sendi ekonomi masyarakat.
“Pertunjukan Reog berdampak pada tumbuhnya UMKM baik kerajinan hingga usaha mikro lainnya,” jelasnya.
Dikabupaten Ponorogo bahkan hingga meluas ke berbagai daerah, bahwa ada kesenian yang mampu menggugah ketertarikan generasi milenial untuk mau belajar dan mencintai sebuah kesenian daerahnya.
“Banyak dari anak usia dini suka dengan Reog, bahkan dengar musiknya saja bisa langsung menari,” imbuhnya.
Dengan adanya rapat koordinasi ini, atas nama pemerintah daerah Ponorogo, berharap Kemendikbudristek bisa merubah dan mendahulukan Reog untuk didaftarkan ke ICH UNESCO.
“Saya cukup berterima kasih kepada KSP, Kementrian dan semua pihak, jika berkenan mau mendengarkan apa yang menjadi harapan masyarakat adat serta semua pelaku seni Reog di mana saja,” pungkasnya.
Editor : Putra