JAKARTA, iNews.id - Peresmian Masjid Agung Demak oleh para Wali Songo tak berjalan mulus. Bukan kendala adanya musuh atau eksternal, melainkan adanya beda pendapat sendiri di antara para Wali Songo.
Perbedaan pendapat ini dilatarbelakangi oleh dua golongan yakni aliran Giri dan Aliran Tuban, yang menjadi sebutan ajaran dari Sunan Kalijaga.
Perbedaan pendapat kian terlihat bila melihat pembangunan masjid yang melibatkan santri dari kedua Wali Songo tersebut yakni aliran yang digaungkan Sunan Giri dan aliran Tuban yang dibawa Sunan Kalijaga.
Salah satu yang menjadi perdebatan yakni pemasangan blandar dan usuk, mereka berdebat lebih dahulu kemudian baru dipasang.
Bahkan dikutip dari buku "Sunan Giri" dari Umar Hasyim, pemasangan tiang masjid pun mereka berdebat terlebih dahulu. Bahkan kedua santri aliran ini saling mempertahankan pendiriannya. Bila aliran Tuban akan memasang ini, maka aliran Giri membongkar dan memasangnya di tempat lain.
Itulah sebabnya ketika masjid telah jadi, tampak masih goyah. Kemudian Sunan Kalijaga membuat soko tatal, sebagai lambang persatuan, bahwa tatal-tatal yang banyak itu disusun menjadi satu tiang yang kokoh dan kuat. Setelah dipasang, maka kokohlah masjid Agung Demak itu.
Perselisihan pun kembali mewarnai kalau peresmian masjid. Aliran Tuban berpendapat akan meramaikan hari peresmian masjid itu dengan tontonan wayang dan dakwah Islam. Artinya masyarakat diundang dengan harapan agar dapat datang karena tertarik akan tontonan wayang.
Editor : Putra