Mbah Wondo dan Mbah Wandi pernah membuktikan kemampuan fisik mereka saat salah satu dari mereka mematahkan dadak merak dalam sebuah pertunjukan. Kiprah mereka juga melampaui batas negara, ketika mereka tampil di negara Suriname bersama grup kesenian Reyog Ponorogo.
Namun, didalam usia mereka yang mendekati senja, mereka selalu mempersiapkan penerus dengan mengajarkan seni tari Reog pada para generasi muda, agar menjaga keberlanjutan tradisi ini.
"Harus ada kader atau penerus kami, agar kesenian Reog Ponorogo tetap ada," pungkas Mbah Wandi.
Kecintaan mereka pada kesenian Reog Ponorogo menjadi pendorong utama dalam melestarikan dan mengembangkan warisan kultural ini.
Selain kekuatan fisik, rahasia lain yaitu "roso seneng" (rasa senang), jamu kunir, telur Jawa, dan madu, menjadikan mereka berhasil eksis sebagai pembarong selama hampir empat dasawarsa.
Kisah Mbah Wondo dan Mbah Wandi tidak hanya mencerminkan dedikasi terhadap seni dan budaya lokal, tetapi juga semangat yang tak tergoyahkan dalam menjaga keaslian tradisi yang kaya akan makna dan nilai.
Editor : Putra